A. Latar
Belakang
Hadits merupakan pedoman kedua
bagi umat islam di dunia setelah Al – Qur’an, yang tentunya memiliki peranan
sangat penting pula dalam disiplin ajaran islam. Hadits atau yang lebih dikenal
dengan sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan.
Dengan demikian, keberadaan
Al-Hadits dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan Al – Qur’an.Sejarah
hadits dan periodesasi penghimpunannya lebih lama dan panjang masanya
dibandingkan dengan Al-Qur’an.Al-Hadits butuh waktu 3 abad untuk
pengkodifikasiannya secara menyeluruh.Banyak sekali liku-liku dalam sejarah
pengkodifikasian hadits yang berklangsung pada waktu itu.
Munculnya hadits – hadits palsu
merupakan alasan yang amat kuat untuk mengadakan kodifikasi hadits. Selain
itu, kodifikasi hadits ketika itu di lakukan karena para ulama hadits
telah tersebar ke berbagai negeri, dikawatirkan hadits akan menghilang bersama
wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak menaruh
perhatian memelihara hadits, dan banyak berita – berita yang diada – adakan
oleh kaum penyebar bid’ah.
Atas dasar masalah yang diuraikan
di atas makalah ini disusun Disamping itu adalah untuk memenuhi tugas kelompok
dalam mata kuliah Ulumul Hadits.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana sejarah dan perkembangan hadits?
2.
Apakah yang menyebabkan terjadinya kodifikasi hadits?
3.
Apa saja kitab – kitab hadits yang lahir setelah proses kodifikasi hadits?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui sejarah dan perkembangan hadits
2.
Mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya kodifikasi hadits.
3.
Mengetahui kitab – kitab hadits yang lahir setelah proses kodifikasi hadit
Sejarah
perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits
dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan
umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui
hadits sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti dan membina
hadits serta segala hal yang mempengaruhi hadits tersebut. Para ulama
Muhaditsin membagi sejarah hadits berbeda-beda dalam membagi periode sejarah
hadits. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode dan tuhuh periode.
Dapat sudah dipahamkan bahwa
dalam abad pertama Hijrah, mulai dari zaman Rasul, masa Khulafa Rasyidin dan
sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama Hijrah, hadits –
hadits itu berpindah dari mulut ke mulut. Masing – masing perawi
meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatanhafalannya. Pada masa itu mereka
belum mempunyai motif – motif yang menggerakkan mereka untuk
membukukannya.Hafalan mereka terkenal kuat.Diakui sejarah kekuatan hafalan para
sahabat dan tabi’Initu.
Dikala kendali khalifah dipegang oleh ‘Umar ibn Abdil Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 H., seorang khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa perawi yang membendaharakan hadits dalam dadanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan kumpulkan dalam buku – buku hadits dari para perawinya, mungkinlah hadits – hadits itu akan lenyap dari permukaan bumi dibawabersama oleh parapenghafalnya ke alam barzakh. Selain itu motif utama Khalifah ‘Umar Kholifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz berinsiatif demikian :
Dikala kendali khalifah dipegang oleh ‘Umar ibn Abdil Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 H., seorang khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa perawi yang membendaharakan hadits dalam dadanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan kumpulkan dalam buku – buku hadits dari para perawinya, mungkinlah hadits – hadits itu akan lenyap dari permukaan bumi dibawabersama oleh parapenghafalnya ke alam barzakh. Selain itu motif utama Khalifah ‘Umar Kholifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz berinsiatif demikian :
a.
Kemauan
beliau yang kuat untuk tidak membiarkan Al–Hadits seperti waktu yang sudah–sudah.
Karena beliau khawatir akan hilang dan lenyapnya Al – Hadits dari perbendaharaan
masyarakat, disebabkan belum didewankannya dalam dewan hadits.
b.
Kemauan beliau
yang keras untuk membersihkan dan memelihara Al – Hadits dari hadits –
hadits maudlu’ yang dibuat oleh orang – orang untuk mempertahankan idiologi
golongannyadan mempertahankan mazhabnya, yang mulai tersiar sejak awal
berdirinya kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib r.a.
c.
Alasan
tidak terdewannya Al – Hadits secara resmi di zaman Rasulullah saw. dan
Khulafaur Rasyidin, karena adanya kekhawatiran bercampur aduknya dengan Al –
Quran, telah hilang, disebabkan Al – Qur’an telah dikumpulkan dalam satu
mush-af dan telah merata di seluruh pelosok. Ia telah dihafal di otak dan
diresapkan di hati sanubari beribu – ribu orang.
d.Kalau di zaman Khulafaur Rasyidin belum pernah dibayangkan dan terjadi peperangan antara orang muslim dengan orang kafir, demikian juga perang saudara orang – orang muslim, yang kian hari kian menjadi-jadi, yang sekaligus berakibat berkurangnya jumlah ulama ahli hadits, maka pada saat itu konfrontasi tersebut benar – benar terjadi.
Untuk menghilangkan kekhawatiran akan hilangnya Al – Hadits dan memelihara Al – Hadits dari bercampurnya dengan hadits – hadits palsu, beliau mengintruksikan kepada seluh pejabat dan ulama yang memegang kekuasaan di wilayah kekuasaannya untuk mengumpulkan Al – Hadits.
d.Kalau di zaman Khulafaur Rasyidin belum pernah dibayangkan dan terjadi peperangan antara orang muslim dengan orang kafir, demikian juga perang saudara orang – orang muslim, yang kian hari kian menjadi-jadi, yang sekaligus berakibat berkurangnya jumlah ulama ahli hadits, maka pada saat itu konfrontasi tersebut benar – benar terjadi.
Untuk menghilangkan kekhawatiran akan hilangnya Al – Hadits dan memelihara Al – Hadits dari bercampurnya dengan hadits – hadits palsu, beliau mengintruksikan kepada seluh pejabat dan ulama yang memegang kekuasaan di wilayah kekuasaannya untuk mengumpulkan Al – Hadits.
d.
Sedangkan
menurut Muhammad al – Zafzaf, kodifikasi hadits ketika itu dilakukan karena:
1. Para ulama hadits telah tersebar
ke berbagai negeri, dikhawatirkan hadits akan menghilang bersama wafat mereka, sementara, generasi
penerus diperkirakan tidak menaruh perhatian memeliharahadits.
2. Banyak berita yang diada – adakan
oleh kaum mubtadi’ (tukang bid’ah) seperti, Khawarij, Rafidhah, Syi’ah, dan
lain–lain.
A.
Kodifikasi Hadits pada
Abad II
Sebagian besar ahli
hadits berpedapat bahwa perintah resmi
untuk menuliskan hadits muncul pada masa
Umar bin Abdul Azis (w. 720 M) yang menjadi khalifah pada masa Bani Ummayah
(717-720 M). Tetapi dalam kitab Tabaqat Ibn Sa’d, Tahzib at-Tahzib dan Tazkirat
al-Huffaz disebutkan bahwa pengumplan hadits
sudah dimulai terlebih dahulu oleh ayah Umar bin Abdul Azizi yaitu Abdul
Aziz bin Marwan bin Hakkam (w 704 M), yang menjabat Gubernur di Mesir. Yang
memerintahkan kepada Kasir bin Murrah al-Hadrami (w. 688 M) untuk mengumpulkan
hadits Rasul saw. Ini berarti bahwa Umar
bin Abdul Aziz meneruskan usaha bapaknya yang berkuasa di Mesir tahun 684–704
M. Namun data kongkrit hasil karya ulama yang diperintahkan ayah Umar bin Adul
Aziz tidak sampai ke kita.
Pembukuan hadits pada periode ini
belum disusun secara sistematis dan tidak berdasarkan pada urutan bab-bab
pembahasan ilmu. Upaya pembukuan hadits
setelah Az-Zuhri dilakukan secara berbeda-beda yang masih mencampurkan
perkataan sahabat dan fatwa tabi’in. Ada seorang ulama’ yang berhasil menyusun
kitab tadwin, yang sampai kepada kita sekarang, yaitu Malik bin Anas (93-179 H)
di Madinah, dengan kitabnya Al-Muwaththa’. Kitab tersebut
disusun tahun 143 H atas permintaan Khalifah Al-Mansur. Yang kemudian diikuti oleh ulama’-ulama’ seperti Muhammad bin Ishaq (w 151
H), Ibnu Abi Zi’bin (80-158 H) di Madinah. Ibnu Juraij (80-150 H) di Makkah;
Al-Rabi’ Ibn Sabih (w 160 H), Hammad Ibnu Salamah (w 176 H) di Basrah. Syufyan
At-Tsaury (79-161 H) di Kuffah ; Al-Auza’I (88-157 H) di Syam; Ma’mar bin
Rasyid (93-153 H) di Yamman ; Ibn al-Mubarrak 118-181 H) di Khurasan dan Jarir
bin Abd Al-Hamid (110-188 H). Akan tetapi
penulisan penulisan hadits pada zaman tabi’in ini masih bercampur antara sabda
Rasul saw, fatwa sahabat serta tabi’in. Seperti di dalam kumpulan hadits al-Muwatta’ karya
Malik bin Anas , kitab ini tidak hanya memuat hadits Rasul saw saja tetapi juga memuat ucapan
sahabat atau tabi’in bahkan tidak sedikit yang berupa pendapat Malik
sendiri atau praktek ulama’ dan masyarakat Madinah. Akan tetapi Asy
Syafi’i memberi pujian kepada Malik bin Anas “kitab shahih setelah Al-Qur’an
ialah Al Muwwata’.
1. Ciri – ciri Pentadwinan
tadwin hadits pada abad ke 2 H
Ada beberapa hal yamg menjadi ciri – ciri proses pengkodifikasian hadits
yang ditulis pada periode ini :
a)
Umumnya menghimpun dari hadits Rasul
SAW serta fatwa sahabat dan tabi’in
b)
Himpunan Hadits masih bercampur aduk
antara beberapa topikyang ada
c) Belum
dijumpai upaya pengklasifikasian antara hadits shahih, hadits hasan dan hadits
Dhaif.
2. Kitab – kitab hadits Abad Ke
2 H
Setelah itu penulisan hadits pun marak dan dilakukan oleh banyak ulama abad
ke-2 H, yang terkenal diantaranya :
a) Al –
Muwaththa oleh Imam Malik Anas ( 93 – 179 H ). Selama rentang waktu
ini,sejumlah buku hadîts telah disusunnya. Kitab ini memiliki kedudukan
tersendiri pada periode ini.Buku ini ditulis antara tahun 130H ampai 141H. Buku
ini memiliki kurang lebih 1.720 hadits ,dimana :
§
600
hadîtsnya marfu’ (terangkat sampai kepada Nabi SAW ).
§
222
hadîtsnya mursal (adanya perawi sahabat yang digugurkan).
§
617
hadîtsnya mauquf (terhenti ampai kepada tâbi ’în).
§
275 sisanya
adalah ucapan tâbi ’in.
b) Al-Musnad
oleh Imam Abu Hanifah an-Nu’man (wafat 150 H).
c) Al-Musnad
oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi’I (150 – 204 H).
d) Mukhtaliful
Hadits oleh Muh, bin Idris asy-Syafi’I (150 – 204 H).
e) Al-Musnad
oleh Imam Ali Ridha al-Katsin (148 – 203).
f) Al-Jami’
oleh Abdulrazaq al-Hamam ash Shan’ani (wafat 311 H ).
g) Mushannaf
oleh Imam Syu’bah bin Jajaj ( 80 – 180 H ).
h) Mushannaf
oleh Imam Laits bin Sa’ud (94 – 175 H).
i) Mushannaf oleh Imam Sufyan bin ‘Uyaina (107 – 190 H ).
j) as-Sunnah oleh Imam Abdurrahman bin ‘Amr al-Auza’i ( wafat 157 H ).
k) as-Sunnah
oleh Imam Abd bin Zubair bin Isa al-Asadi.
Seluruh kitab-kitab hadits yang ada pada abad ini tidak sampai kepada kita
kecuali 5 buah saja yaitu nomor 1 sampai dengan 5.
B.
Kodifikasi Hadits Abad III H ( Masa Pemurnian dan
Penyaringan )
Periode berikutnya adalah
periode tabi’ at-tabi’in (generasi sesudah Tabi’in) yang memisahkan sabda
Rasulullah saw dan fatwa sahabat dan tabi’in. Pada masa penyeleksian atau
penyaringan hadis ini terjadi pada zaman pemerintahan Bani Abbasiyah, yakni
pada masa al-Makmun sampai al-Muktadir (sekitar tahun 201-300 H). Periode
penyeleksian ini terjadi karena pada masa tadwin belum bisa memisahkan hadis
mauquf dan maqtu’ dan hadis marfu’. Hadis yang dha’if dari yang shahih ataupun
hadis yang maudhu’ bercampur dengan yang shahih. Mereka kemudian membuat
kaidah-kaidah dan syarat-syarat untuk menentukan apakah hadis itu shahih atau dha’if.
Para perawipun tidak luput dari sasaran penelitian mereka untuk diselidiki
kejujuranya, kehafalanya dan lain sebagainya.
1. Karakteristik
Periode ini
Pada abad ke 3H ini para ulam’ Hadits memfokuskan pengkodifikasian hadits pada beberapa hal yang dikala waktu abad ke 2
H tidak terlaksana. Sudah di kemukaan pada bab sebelumnya bahwa pembukuan
hadits belum terpisah – pisah antara
hadits yang shahih, mauquf maupun yang
maudu’.
Beberapa
langkah-langkah untuk melestarikan hadits pada abad ke-3 H ini adalah sebagai
berikut:
a)
Perlawatan
ke Daerah-daerah para perowi hadits yang
jauh dari pusat kota, Contoh :
Imam Bukhari melakukan perlawatan selama 16 tahun ke lebih dari 8 kota di
timur tengah seperti mekah, madinah Baghdad mesir.
b) Pengklasifikasian hadits Marfu’, hadits mauquf dan
maudlu’ (palsu).
c) Ahadits Nabi,
atsar sahabat dan aqwal (ucapan) tâbi ’în dikategorikan, dipisahkan dan
dibedakan.
d) Riwayat yang maqbulah (diterima) dihimpun secara
terpisah dan buku – buku pada abad ke – 2 H diperiksa kembali dan di tashih
(diautentikasi).
e) Selama periode ini, bukan hanya riwayat yang
dikumpulkan, namun untuk memelihara dan menjaga hadîts, para
ulamâ`menformulasikan ilmu yang berkaitan dengan hadîts (lebih dari 100 ilmu 19
) dimana ribuan buku mengenai ini telah ditulis
f) Penyeleksian dan pemilahan hadits kepada shahih, hasan
dan Dhaif. Contoh :
• Penyaringan hadits sahih oleh imam ahli hadits Ishaq Bin Rahawih (guru
Imam Bukhari).
• Penyusunan kitab Sahih Bukhari.
2. Kitab-kitab
Hadits pada abad ke -3 H.
a) Penyusunan enam kitab induk hadits (kutubus sittah),
yaitu kitab-kitab hadits yang diakui oleh jumhur ulama sebagai kitab-kitab
hadits yang paling tinggi mutunya, sebagian masih mengandung hadits dhaif tapi
ada yang dijelaskan oleh penulisnya dan dhaifnya pun yang tidak keterlaluan
dhaifnya, ke – 6 kuttubus shittah itu adalah :
• Ash-Shahih oleh Imam Muh bin Ismail al-Bukhari
(194-256 H).
• Ash-Shahih oleh Imam Muslim al-Hajjaj (204-261
H).
• As-Sunan oleh Imam Abu Dawud Sulaiman bin
al-Asy’at (202-275 H).
• As-Sunan oleh Imam Ahmad b.Sya’ab an-Nasai
(215-303 H).
• As-Sunan oleh Imam Abu Isa at-Tirmidzi (209-279
H).
• As-Sunan oleh Imam Muhammad bin Yazid bin Majah
Ibnu Majah (209-273 H).
b) As – Sunan oleh Imam Abu Muhammad Abdullah bin
Abdurrahman ad Damiri (181-255 H).
c) Al -Musnad oleh Imam Ahmad
bin Hambal (164-241 H).
d) Al-Muntaqa al-Ahkam oleh
Imam Abd Hamid bin Jarud (wafat 307 H).
e)
Al – Mushannaf oleh Imam Ibn. Abi Syaibah (wafat 235 H).
f) Al – Kitab oleh Muhammad
Sa’id bin Manshur (wafat 227 H).
g) Al-Mushannaf oleh Imam
Muhammad Sa’id bin Manshur (wafat 227 H).
h) Tandzibul Afsar oleh Imam
Muhammad bin Jarir at-Thobari (wafat 310 H).
i) Al – Musnadul Kabir oleh
Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi (wafat 276 H).
j) Al – Musnad oleh Imam Ishak
bin Rawahaih (wafat 237 H).
k) Al – Musnad oleh Imam
‘Ubaidillah bin Musa (wafat 213 H).
l) Al – Musnad oleh Abdibni
ibn Humaid (wafat 249 H).
m) Al – Musnad oleh Imam Abu Ya’la (wafat 307 H).
n) Al – Musnad oleh Imam Ibn.
Abi Usamah al-Harits ibn Muhammad at-Tamimi (282 H).
Dan masih banyak sekali kitab-kitab
musnad yang ditulis oleh para ulama abad ini.
C. Kodifikasi Hadits Abad
IV dan V H sampai sekarang (Masa Menghafal dan Mengisnadkan)
1. Kegiatan periwayatan Hadits
Pada periode
ini penghimpunan hadits ts disertai pemeliharaanya tetap dilakukan walau tidak
sebanyak yang sebelumnya. Hanya saja hadits
– hadits yang dihimpun tidaklah
sebanyak sebelum periode ini.
Di dalam era
ini jenis kitab – kitab hadits Nabi
Saw.mencakup sebagian besar kitab kitab hadits
yang sifatnya mengumpulkan kitab – kitab hadits yang telah di himpun dalam kitab kitab
hadits Nabi Saw. sebelumnya.
Kegiatan
periwayatan Hadits pada periode ini banyak dilakukan dengan cara ijazah
(Lisensi / sertifikat dari guru untuk murid untuk mendapat izin meriwayatkan
hadits) dan muktabah (pemberian catatan hadits dari gurunya). Sedikit sekali
para ulama’ yang melakukan hafalan seperti ulama Muqaddimin
2. Bentuk
penyusunan kitab pada periode ini
Para Ulama’
Hadits pada umumnya merujuk kepada karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan
seperti mempelajari, menghafal, memeriksa, dan meyelidiki sanad – sanadnya.
Seperti :
• Kitab Jami’
kutub as – sittah ( kitab hadits yang
mengumpulkan hadits hadits Nabi Saw yang telah tertuang dalam gabungan
beberapa kitab hadits seperti (Shahîh
al-Bukhâri, Shahîh Muslim, Sunan at-Turmudzi, Sunan Abi Dawud, Sunan an-Nasa’i,
dan Sunan Ibn Majah di antaranya karya Ahmad bin Razin bin Mu ’awiyyah al
Abdari al Sarqisthi (w.535 H.) dan beberapa kitab lainnya.
• Kitab istikhraj, yaitu mengambil sesuatu hadits dari
sahih Bukhory Muslim umpamanya, lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri, yang
lain dari sanad Bukhary atau Muslim karena tidak memperoleh sanad sendiri.
Contoh : Mustakhraj shahih bukhari oleh Jurjani, dan Mustakhraj Sahih Muslim
Oleh Abu Awanah
• Kitab
Athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagian hadits kemudian mengumpulkan
seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari beberapa kitab.
• Kitab-kitab
Zawaid, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang tidak terdapat dalam kitab-kitab
yang sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu. Contoh : Zawaid ibnu Majah
‘ala al – usuli al Khamsah.
• Kitab Syarah
• Kitab Mukhtashar
• Kitab Petunjuk
• Kitab
Istidrak, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhary
dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau
di sahihkan oleh keduanya. Contoh : Al-Mustadrak ‘ala-Shahihaini oleh Imam Abu
Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim an-Naisaburi ( 321 – 405 H ).
Dari uraian singkat diatas dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa penulisan hadis telah dimulai saat Nabi Muhammad SAW masih
hidup, zaman khulafa urasyidin, tabi’in, tabi’i at-tabi’in namun masih dalam
bentuk shahifah.
Pada abad ke dua atas perintah
Kahlifah Umar bin Abdul al-Azis kepada Abu bakar bin Muhamad ibn Amr ibn Hazm
dan Muhamad bin Shihab Az-Zuhri dilakukan pembukuan hadis (tadwin) dan
dilanjutkan usaha-usaha penyeleksian hadis-hadis yang shahih saja.
Pada periode berikutnya (ulama’ mutaakhirin)
dilakukan penyusunan, klasifikasi serta pembukuan hadis-hadis yang
diupayakan agar hadis bisa dilakukan para sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in
adalah semangat dorongan dari Rasul saw. Sedangkan faktor kedua dipengaruhi
oleh keadaan politik perebutan kekuasaan, dengan membuat hadis-hadis palsu
untuk mencari pengaruh.
Adanya pembukuan hadits mempunyai banyak
implikasi-implikasi terhadap perkembangan pemahaman tentang ajaran Islam
umumnya, serta perkembangan hadits dan ulumul hadits itu sendiri khususnya.
Kita sebagai umat nabi Muhammad SAW yang berpedoman
pada Al-Qur’an dan Hadits hendaknya selalu melaksanakan apa yang di perintahkan
Allah SWT dan mengikuti sunnah nabi. Pada era globalisasi seperti sekarang ini
semakin banyak orang yang bertentangan dengan Qur’an dan hadits maka hendaknya
kita selalu berpegang teguh dengan mengamalkan Qur’an dan memelihara hadits.
Agar hidup kita lebih terarah dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Aamiin ya Robbal ‘alamiin.
Agus Sryadi,
Muhammad Solahudin . 2008. Ulumul Hadits. Bandung :Pustaka Setia
Al-munawar,
Said agil. 2004. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta :
Ciputat Press.
Al-Rahman,
Fathur, Ihtisar Mustalah Hadis, (Bandung, Al-Ma’arif) 1974.
Ash
Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Cet. IV,
(Semarang, Pustaka Riski Putra) 1999.
Azami,
Muhammad Musthafa., 1994. Hadits Nabawi
dan Sejarah Kodifikasinya (terjemahan Ali Mustafa Yaqub), Jakarta: Pustaka
Firdaus Kodifikasi Hadits: Sebuah Telaah Historis http://uin-suka.info/ejurnal
Powered by Joomla! Generated: 16 February, 2010, 16:01.
Hasan
ar-Rahmânî, Abdul Ghoffâr. 2007. Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Sumber : http://www cl earpath com
Supatra
Munzier. 2006. Ilmu Hadits . Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Ulama ’i ,
A.Hasan Asy ’ari. Sejarah dan Tipologi Syarah Hadits .
Yuslem
Nawir. 2001. Ulumul Hadits. Jakarta : PT. Mutiara sumber Widyia
Zuhri, Muh., Hadis Nabi Telaah Historis dan
Metodologis, (Yogyakarta, Tiara Wacana) 1997.
No comments:
Post a Comment