Thursday 26 March 2015

Makalah Tentang Hadits

MAKALAH TENTANG HADITS

BAB I 
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
               Hadits merupakan pedoman kedua bagi umat islam di dunia setelah Al – Qur’an, yang tentunya memiliki peranan sangat penting pula dalam disiplin ajaran islam. Hadits atau yang lebih dikenal dengan sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber atau disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan.
              Dengan demikian, keberadaan Al-Hadits dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan Al – Qur’an.Sejarah hadits dan periodesasi penghimpunannya lebih lama dan panjang masanya dibandingkan dengan Al-Qur’an.Al-Hadits butuh waktu 3 abad untuk pengkodifikasiannya secara menyeluruh.Banyak sekali liku-liku dalam sejarah pengkodifikasian hadits  yang berklangsung pada waktu itu.
              Munculnya hadits – hadits palsu merupakan alasan yang amat kuat untuk mengadakan kodifikasi hadits. Selain itu,  kodifikasi hadits ketika itu di lakukan karena para ulama hadits telah tersebar ke berbagai negeri, dikawatirkan hadits akan menghilang bersama wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak menaruh perhatian memelihara hadits, dan banyak berita – berita yang diada – adakan oleh kaum penyebar bid’ah.
              Atas dasar masalah yang diuraikan di atas makalah ini disusun Disamping itu adalah untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Ulumul Hadits.

B.    RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan hadits?
2. Apakah yang menyebabkan terjadinya kodifikasi hadits?
3. Apa saja kitab – kitab hadits yang lahir setelah proses kodifikasi hadits?

C.   TUJUAN
1. Mengetahui sejarah dan perkembangan hadits
2. Mengetahui faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya kodifikasi hadits.
3. Mengetahui kitab – kitab hadits yang lahir setelah proses kodifikasi hadit





Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadits sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti dan membina hadits serta segala hal yang mempengaruhi hadits tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadits berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadits. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode dan tuhuh periode.  

Dapat sudah dipahamkan bahwa dalam abad pertama Hijrah, mulai dari zaman Rasul, masa Khulafa Rasyidin dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama Hijrah, hadits – hadits itu berpindah dari mulut ke mulut. Masing – masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatanhafalannya. Pada masa itu mereka belum mempunyai motif – motif yang menggerakkan mereka untuk membukukannya.Hafalan mereka terkenal kuat.Diakui sejarah kekuatan hafalan para sahabat dan tabi’Initu.
Dikala kendali khalifah dipegang oleh ‘Umar ibn Abdil Aziz  yang dinobatkan dalam tahun 99 H., seorang khalifah dari dinasti Amawiyah yang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits. Beliau sadar bahwa perawi yang membendaharakan hadits dalam dadanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan dan kumpulkan dalam buku – buku hadits dari para perawinya, mungkinlah hadits – hadits itu akan lenyap dari permukaan bumi dibawabersama oleh parapenghafalnya ke alam barzakh. Selain itu motif utama Khalifah ‘Umar Kholifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz berinsiatif demikian :
a.       Kemauan beliau yang kuat untuk tidak membiarkan Al–Hadits seperti waktu yang sudah–sudah. Karena beliau khawatir akan hilang dan lenyapnya Al – Hadits dari perbendaharaan masyarakat, disebabkan belum didewankannya dalam dewan hadits.
b.      Kemauan  beliau  yang keras untuk membersihkan dan memelihara Al – Hadits dari hadits – hadits maudlu’ yang dibuat oleh orang – orang untuk mempertahankan idiologi golongannyadan mempertahankan mazhabnya, yang mulai tersiar sejak awal berdirinya kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib r.a.
c.       Alasan tidak terdewannya Al – Hadits secara resmi di zaman Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, karena adanya kekhawatiran bercampur aduknya dengan Al – Quran, telah hilang, disebabkan Al – Qur’an telah dikumpulkan dalam satu mush-af dan telah merata di seluruh pelosok. Ia telah dihafal di otak dan diresapkan di hati sanubari beribu – ribu orang.
d.Kalau di zaman Khulafaur Rasyidin belum pernah dibayangkan dan terjadi peperangan antara orang muslim dengan orang kafir, demikian juga perang saudara orang – orang muslim, yang kian hari kian menjadi-jadi, yang sekaligus berakibat berkurangnya jumlah ulama ahli hadits, maka pada saat itu konfrontasi tersebut benar – benar terjadi.
Untuk menghilangkan kekhawatiran akan hilangnya Al – Hadits dan memelihara Al – Hadits dari bercampurnya dengan hadits – hadits palsu, beliau mengintruksikan kepada seluh pejabat dan ulama yang memegang kekuasaan di wilayah kekuasaannya untuk mengumpulkan Al – Hadits.
d.      Sedangkan menurut Muhammad al – Zafzaf, kodifikasi hadits ketika itu dilakukan karena:
1. Para ulama hadits telah tersebar ke berbagai negeri, dikhawatirkan hadits akan menghilang bersama wafat mereka, sementara, generasi penerus diperkirakan tidak menaruh perhatian memeliharahadits.
2.     Banyak berita yang diada – adakan oleh kaum mubtadi’ (tukang bid’ah) seperti, Khawarij, Rafidhah, Syi’ah, dan lain–lain.

A.     Kodifikasi Hadits pada Abad II
Sebagian besar ahli hadits  berpedapat bahwa perintah resmi untuk menuliskan hadits  muncul pada masa Umar bin Abdul Azis (w. 720 M) yang menjadi khalifah pada masa Bani Ummayah (717-720 M). Tetapi dalam kitab Tabaqat Ibn Sa’d, Tahzib at-Tahzib dan Tazkirat al-Huffaz disebutkan bahwa pengumplan hadits  sudah dimulai terlebih dahulu oleh ayah Umar bin Abdul Azizi yaitu Abdul Aziz bin Marwan bin Hakkam (w 704 M), yang menjabat Gubernur di Mesir. Yang memerintahkan kepada Kasir bin Murrah al-Hadrami (w. 688 M) untuk mengumpulkan hadits  Rasul saw. Ini berarti bahwa Umar bin Abdul Aziz meneruskan usaha bapaknya yang berkuasa di Mesir tahun 684–704 M. Namun data kongkrit hasil karya ulama yang diperintahkan ayah Umar bin Adul Aziz tidak sampai ke kita.
Pembukuan hadits  pada periode ini belum disusun secara sistematis dan tidak berdasarkan pada urutan bab-bab pembahasan ilmu. Upaya pembukuan hadits  setelah Az-Zuhri dilakukan secara berbeda-beda yang masih mencampurkan perkataan sahabat dan fatwa tabi’in. Ada seorang ulama’ yang berhasil menyusun kitab tadwin, yang sampai kepada kita sekarang, yaitu Malik bin Anas (93-179 H) di Madinah, dengan kitabnya Al-Muwaththa’. Kitab tersebut disusun tahun 143 H atas permintaan Khalifah Al-Mansur. Yang kemudian diikuti oleh ulama’-ulama’ seperti Muhammad bin Ishaq (w 151 H), Ibnu Abi Zi’bin (80-158 H) di Madinah. Ibnu Juraij (80-150 H) di Makkah; Al-Rabi’ Ibn Sabih (w 160 H), Hammad Ibnu Salamah (w 176 H) di Basrah. Syufyan At-Tsaury (79-161 H) di Kuffah ; Al-Auza’I (88-157 H) di Syam; Ma’mar bin Rasyid (93-153 H) di Yamman ; Ibn al-Mubarrak 118-181 H) di Khurasan dan Jarir bin Abd Al-Hamid (110-188 H). Akan tetapi penulisan penulisan hadits pada zaman tabi’in ini masih bercampur antara sabda Rasul saw, fatwa sahabat serta tabi’in. Seperti di dalam kumpulan hadits  al-Muwatta’ karya Malik bin Anas , kitab ini tidak hanya memuat hadits  Rasul saw saja tetapi juga memuat ucapan sahabat atau tabi’in bahkan tidak sedikit yang berupa pendapat Malik sendiri  atau praktek ulama’ dan masyarakat Madinah. Akan tetapi Asy Syafi’i memberi pujian kepada Malik bin Anas “kitab shahih setelah Al-Qur’an ialah Al Muwwata’.
1.      Ciri – ciri Pentadwinan tadwin hadits pada abad ke 2 H
Ada beberapa hal yamg menjadi ciri – ciri proses pengkodifikasian hadits yang ditulis pada periode ini :
a)     Umumnya menghimpun dari hadits Rasul SAW serta fatwa sahabat dan tabi’in
b)     Himpunan Hadits masih bercampur aduk antara beberapa topikyang ada
c)     Belum dijumpai upaya pengklasifikasian antara hadits shahih, hadits hasan dan hadits Dhaif.
2.   Kitab – kitab hadits Abad Ke 2 H
Setelah itu penulisan hadits pun marak dan dilakukan oleh banyak ulama abad ke-2 H, yang terkenal diantaranya :
a)    Al – Muwaththa oleh Imam Malik Anas ( 93 – 179 H ). Selama rentang waktu ini,sejumlah buku hadîts telah disusunnya. Kitab ini memiliki kedudukan tersendiri pada periode ini.Buku ini ditulis antara tahun 130H ampai 141H. Buku ini memiliki kurang lebih 1.720 hadits ,dimana :    
§  600 hadîtsnya marfu’ (terangkat sampai kepada Nabi SAW ).
§  222 hadîtsnya mursal (adanya perawi sahabat yang digugurkan).
§  617 hadîtsnya mauquf (terhenti ampai kepada tâbi ’în).
§  275 sisanya adalah ucapan tâbi ’in.
b)     Al-Musnad oleh Imam Abu Hanifah an-Nu’man (wafat 150 H).
c)     Al-Musnad oleh Muhammad bin Idris asy-Syafi’I (150 – 204 H).
d)     Mukhtaliful Hadits oleh Muh, bin Idris asy-Syafi’I (150 – 204 H).
e)     Al-Musnad oleh Imam Ali Ridha al-Katsin (148 – 203).
f)      Al-Jami’ oleh Abdulrazaq al-Hamam ash Shan’ani (wafat 311 H ).
g)     Mushannaf oleh Imam Syu’bah bin Jajaj ( 80 – 180 H ).
h)     Mushannaf oleh Imam Laits bin Sa’ud (94 – 175 H).
i)       Mushannaf oleh Imam Sufyan bin ‘Uyaina (107 – 190 H ).
j)       as-Sunnah oleh Imam Abdurrahman bin ‘Amr al-Auza’i ( wafat 157 H ).
k)     as-Sunnah oleh Imam Abd bin Zubair bin Isa al-Asadi.
Seluruh kitab-kitab hadits yang ada pada abad ini tidak sampai kepada kita kecuali 5 buah saja yaitu nomor 1 sampai dengan 5.

B.     Kodifikasi Hadits Abad III H ( Masa Pemurnian dan Penyaringan )
Periode berikutnya adalah periode tabi’ at-tabi’in (generasi sesudah Tabi’in) yang memisahkan sabda Rasulullah saw dan fatwa sahabat dan tabi’in. Pada masa penyeleksian atau penyaringan hadis ini terjadi pada zaman pemerintahan Bani Abbasiyah, yakni pada masa al-Makmun sampai al-Muktadir (sekitar tahun 201-300 H). Periode penyeleksian ini terjadi karena pada masa tadwin belum bisa memisahkan hadis mauquf dan maqtu’ dan hadis marfu’. Hadis yang dha’if dari yang shahih ataupun hadis yang maudhu’ bercampur dengan yang shahih. Mereka kemudian membuat kaidah-kaidah dan syarat-syarat untuk menentukan apakah hadis itu shahih atau dha’if. Para perawipun tidak luput dari sasaran penelitian mereka untuk diselidiki kejujuranya, kehafalanya dan lain sebagainya.
1.  Karakteristik Periode ini
Pada abad ke 3H ini para ulam’ Hadits  memfokuskan pengkodifikasian hadits  pada beberapa hal yang dikala waktu abad ke 2 H tidak terlaksana. Sudah di kemukaan pada bab sebelumnya bahwa pembukuan hadits  belum terpisah – pisah antara hadits  yang shahih, mauquf maupun yang maudu’.

Beberapa langkah-langkah untuk melestarikan hadits pada abad ke-3 H ini adalah sebagai berikut:
a)      Perlawatan ke Daerah-daerah para perowi hadits  yang jauh dari pusat kota, Contoh :
Imam Bukhari melakukan perlawatan selama 16 tahun ke lebih dari 8 kota di timur tengah seperti mekah, madinah Baghdad mesir.
b)      Pengklasifikasian hadits Marfu’, hadits mauquf dan maudlu’ (palsu).
c)      Ahadits Nabi, atsar sahabat dan aqwal (ucapan) tâbi ’în dikategorikan, dipisahkan dan dibedakan.
d)    Riwayat yang maqbulah (diterima) dihimpun secara terpisah dan buku – buku pada abad ke – 2 H diperiksa kembali dan di tashih (diautentikasi).
e)    Selama periode ini, bukan hanya riwayat yang dikumpulkan, namun untuk memelihara dan menjaga hadîts, para ulamâ`menformulasikan ilmu yang berkaitan dengan hadîts (lebih dari 100 ilmu 19 ) dimana ribuan buku mengenai ini telah ditulis
f)       Penyeleksian dan pemilahan hadits kepada shahih, hasan dan Dhaif. Contoh :
• Penyaringan hadits sahih oleh imam ahli hadits Ishaq Bin Rahawih (guru Imam Bukhari).
• Penyusunan kitab Sahih Bukhari.

2.    Kitab-kitab Hadits pada abad ke -3 H.
a)   Penyusunan enam kitab induk hadits (kutubus sittah), yaitu kitab-kitab hadits yang diakui oleh jumhur ulama sebagai kitab-kitab hadits yang paling tinggi mutunya, sebagian masih mengandung hadits dhaif tapi ada yang dijelaskan oleh penulisnya dan dhaifnya pun yang tidak keterlaluan dhaifnya, ke – 6 kuttubus shittah itu adalah :
•        Ash-Shahih oleh Imam Muh bin Ismail al-Bukhari (194-256 H).
•        Ash-Shahih oleh Imam Muslim al-Hajjaj (204-261 H).
•        As-Sunan oleh Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’at (202-275 H).
•        As-Sunan oleh Imam Ahmad b.Sya’ab an-Nasai (215-303 H).
•        As-Sunan oleh Imam Abu Isa at-Tirmidzi (209-279 H).
•        As-Sunan oleh Imam Muhammad bin Yazid bin Majah Ibnu Majah (209-273 H).
b)   As – Sunan oleh Imam Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad Damiri (181-255 H).
c)   Al -Musnad oleh Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H).
d)   Al-Muntaqa al-Ahkam oleh Imam Abd Hamid bin Jarud (wafat 307 H).
e)  Al – Mushannaf oleh Imam Ibn. Abi Syaibah (wafat 235 H).
f)   Al – Kitab oleh Muhammad Sa’id bin Manshur (wafat 227 H).
g)  Al-Mushannaf oleh Imam Muhammad Sa’id bin Manshur (wafat 227 H).
h)  Tandzibul Afsar oleh Imam Muhammad bin Jarir at-Thobari (wafat 310 H).
i)   Al – Musnadul Kabir oleh Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi (wafat 276 H).
j)  Al – Musnad oleh Imam Ishak bin Rawahaih (wafat 237 H).
      k)  Al – Musnad oleh Imam ‘Ubaidillah bin Musa (wafat 213 H).
      l)  Al – Musnad oleh Abdibni ibn Humaid (wafat 249 H).
    m)  Al – Musnad oleh Imam Abu Ya’la (wafat 307 H).
     n)  Al – Musnad oleh Imam Ibn. Abi Usamah al-Harits ibn Muhammad at-Tamimi (282 H).
         Dan masih banyak sekali kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ulama abad ini.

C. Kodifikasi Hadits Abad IV dan V H sampai sekarang (Masa Menghafal dan   Mengisnadkan)
1.    Kegiatan periwayatan Hadits
Pada periode ini penghimpunan hadits ts disertai pemeliharaanya tetap dilakukan walau tidak sebanyak yang sebelumnya. Hanya saja hadits  – hadits  yang dihimpun tidaklah sebanyak sebelum periode ini.
Di dalam era ini jenis kitab – kitab hadits  Nabi Saw.mencakup sebagian besar kitab kitab hadits  yang sifatnya mengumpulkan kitab – kitab hadits  yang telah di himpun dalam kitab kitab hadits  Nabi Saw. sebelumnya.
Kegiatan periwayatan Hadits pada periode ini banyak dilakukan dengan cara ijazah (Lisensi / sertifikat dari guru untuk murid untuk mendapat izin meriwayatkan hadits) dan muktabah (pemberian catatan hadits dari gurunya). Sedikit sekali para ulama’ yang melakukan hafalan seperti ulama Muqaddimin
2.    Bentuk penyusunan kitab pada periode ini
Para Ulama’ Hadits pada umumnya merujuk kepada karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan seperti mempelajari, menghafal, memeriksa, dan meyelidiki sanad – sanadnya. Seperti :
•    Kitab Jami’ kutub as – sittah ( kitab hadits  yang mengumpulkan hadits  hadits  Nabi Saw yang telah tertuang dalam gabungan beberapa kitab hadits  seperti (Shahîh al-Bukhâri, Shahîh Muslim, Sunan at-Turmudzi, Sunan Abi Dawud, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibn Majah di antaranya karya Ahmad bin Razin bin Mu ’awiyyah al Abdari al Sarqisthi (w.535 H.) dan beberapa kitab lainnya.
  •    Kitab istikhraj, yaitu mengambil sesuatu hadits dari sahih Bukhory Muslim umpamanya, lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri, yang lain dari sanad Bukhary atau Muslim karena tidak memperoleh sanad sendiri. Contoh : Mustakhraj shahih bukhari oleh Jurjani, dan Mustakhraj Sahih Muslim Oleh Abu Awanah
   •   Kitab Athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagian hadits kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari beberapa kitab.
   •    Kitab-kitab Zawaid, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang tidak terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu. Contoh : Zawaid ibnu Majah ‘ala al – usuli al Khamsah.
•    Kitab Syarah
•    Kitab Mukhtashar
•    Kitab Petunjuk
•    Kitab Istidrak, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhary dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau di sahihkan oleh keduanya. Contoh : Al-Mustadrak ‘ala-Shahihaini oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim an-Naisaburi ( 321 – 405 H ).



Dari uraian singkat diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa penulisan hadis telah dimulai saat Nabi Muhammad SAW masih hidup, zaman khulafa urasyidin, tabi’in, tabi’i at-tabi’in namun masih dalam bentuk shahifah.
           Pada abad ke dua atas perintah Kahlifah Umar bin Abdul al-Azis kepada Abu bakar bin Muhamad ibn Amr ibn Hazm dan Muhamad bin Shihab Az-Zuhri dilakukan pembukuan hadis (tadwin) dan dilanjutkan usaha-usaha penyeleksian hadis-hadis yang shahih saja.
Pada periode berikutnya (ulama’ mutaakhirin) dilakukan penyusunan, klasifikasi serta pembukuan  hadis-hadis yang diupayakan agar hadis bisa dilakukan para sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in adalah semangat dorongan dari Rasul saw. Sedangkan faktor kedua dipengaruhi oleh keadaan politik perebutan kekuasaan, dengan membuat hadis-hadis palsu untuk mencari pengaruh.
Adanya pembukuan hadits mempunyai banyak implikasi-implikasi terhadap perkembangan pemahaman tentang ajaran Islam umumnya, serta perkembangan hadits dan ulumul hadits itu sendiri khususnya.

Kita sebagai umat nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits hendaknya selalu melaksanakan apa yang di perintahkan Allah SWT dan mengikuti sunnah nabi. Pada era globalisasi seperti sekarang ini semakin banyak orang yang bertentangan dengan Qur’an dan hadits maka hendaknya kita selalu berpegang teguh dengan mengamalkan Qur’an dan memelihara hadits. Agar hidup kita lebih terarah dan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin ya Robbal ‘alamiin.



Agus Sryadi, Muhammad Solahudin . 2008. Ulumul Hadits. Bandung :Pustaka Setia 
Al-munawar, Said agil. 2004. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta : Ciputat Press.
Al-Rahman, Fathur, Ihtisar Mustalah Hadis, (Bandung, Al-Ma’arif) 1974.
Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Cet. IV, (Semarang, Pustaka Riski Putra) 1999.
Azami, Muhammad Musthafa., 1994. Hadits  Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (terjemahan Ali Mustafa Yaqub), Jakarta: Pustaka Firdaus Kodifikasi Hadits: Sebuah Telaah Historis http://uin-suka.info/ejurnal Powered by Joomla! Generated: 16 February, 2010, 16:01.
Hasan ar-Rahmânî, Abdul Ghoffâr. 2007. Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts Sumber : http://www cl earpath com
Supatra Munzier. 2006. Ilmu Hadits . Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Ulama ’i , A.Hasan Asy ’ari. Sejarah dan Tipologi Syarah Hadits .
Yuslem Nawir. 2001. Ulumul Hadits. Jakarta : PT. Mutiara sumber Widyia
Zuhri, Muh., Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta, Tiara Wacana) 1997.

No comments:

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda! Jangan Lupa Untuk Meninggalkan Komentar!.