A. Judul
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS II SDN JAYAWINANGUN
B. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Melalui sekolah, siswa belajar berbagai macam hal.Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan dibutuhkan proses belajar.
Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Menurut Irwanto (1997 :105) belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
Belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan yang terjadi, perlu adanya penilaian. Begitu juga dengan yang terjadi pada seorang siswa yang mengikuti suatu pendidikan selalu diadakan penilaian dari hasil belajarnya. Penilaian terhadap hasil belajar seorang siswa untuk mengetahui sejauh mana telah mencapai sasaran belajar inilah yang disebut sebagai prestasi belajar.
Prestasi belajar menurut Yaspir Gandhi Wirawan dalam Murjono (1996 :178) adalah:
“ Hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai rapornya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.”
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.
Kenyataannya, dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya taraf inteligensi bukan merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada faktor lain yang mempengaruhi. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah. Namun biasanya kedua inteligensi itu saling melengkapi. Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002). Pendidikan di sekolah bukan hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya dipahami siswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence siswa .
Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi rasional. EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan suami-istri yang harmonis dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja
(Goleman, 2002 : 17).
Memang harus diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang.
Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44).
Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
Pada penelitian ini, penulis mengunakan sampel pada SDN Jayawinangun, dimana peneliti memiliki akses yang cukup guna menenyelesaikan penelitian ini dan dimana SDN Jayawinangun juga merupakan SD dengan peringkat prsetatif yang sedikt banyak menarik perhatian masyarakat Ds Jayawinangun tersendiri dalam bidang Akademis
Dalam kaitan pentingnya kecerdasan emosional pada diri siswa sebagai salah satu faktor penting untuk meraih prestasi akademik, maka dalam penyusunan proposal ini penulis tertarik untuk meneliti :”Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II SDN Jayawinangun”.
C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, permasalahan penelitian dapat diidentifikasikan. masalah umum, dalam prestasi belajar yang mengalami pasang surut sehingga siswa kurang bisa menerima pelajaran dengan baik hal ini tentu saja banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor – faktor.
Batasan tersebut meliputi kondisi seperti gangguan pada anak pada pembelajaran disekolah kita dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa yang beraneka ragam ada siswa yang menempuh kegiatan belajarnya dengan lancar namun disisi lain tidak sedikit pula siswa yang tentu dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh hambatan – hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis sehingga dapat menyebabkan prestasi belajar tidak sesuai yang diharapkan
Sehingga dengan diadakannya penelitian ini sebagai penulis bisa menjadi bahan rujukan untuk lebih baik dalam membantu sisiwanya dalam meraih prestasi belajar.
D. Penegasan Masalah
Untuk menghindari adanya perbedaan pandangan, tafsiran serta menghindari kekaburan dan kesamaan arti dan istilah yang ada dalam judul ini, maka perlu ditegaskan yang berhubungan dengan rencana proposal ini.
1. Kecerdasan Emosional: sebagaimana yang dijelaskan diatas bahwa kecerdedasan emosional adalah bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain, kecakapan dalam menanggapi suatu hubungan dengan orang lain, serta mampu mengolah dan mengendalikan emosinya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan situasi yang dihadapi.
2. Prestasi Belajar
Prestasi Belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun kelompok.
3. Bagi peserta didik kelas II di SDN Jayawinangun.
4. Bagi materi pokok tentang kecerdasan emosional dengan kecerdasan pada siswa kelas II SDN Jayawinangun.
5. SDN Jayawinangun
SDN Jayawinangun merupakan SDN satu-satunya yang ada didesa Jayawinangun dan sekolah yang dulu ditempati oleh sipeneliti. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti dan memahami apa kekurangan dalam penyampaian mengenai masalah kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa untuk lebih baik lagi khususnya dimasa yang akan datang.
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan Prestasi belajar pada siswa kelas II SDN Jayawinangun?”
Pada penelitian ini yang menjadi pokok-pokok bahasan adalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai oleh seorang siswa dari kegiatan belajar mengajar dalam bidang akademik di sekolah dalam jangka waktu tertentu.
2. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan ke arah yang positif.
Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SDN Jayawinangun.
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah :
1. Dari segi Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada:
a. Orang tua
Tentunya sebagai orang tua yang lebih mengenal anaknya akan dengan baik lagi untuk kedepannya
b. Bagi guru:
Seorang guru dapat mengetaui seberapa jauh siswanya dalam mengetahui kemampuan siswanya sebagai evaluasi kedepan dalam kekurangan – kerkurangan yang belum dicapai, sehingga dengan penelitian ini dapat mengembangkan dan melaksanakan pembelajaran dengan kualitas.
c. Bagi sekolah
Sekolah dapat mengetahui seberapa kemampuan peserta didiknya sehingga dapat meningkatkan kualitas kemampuan peserta didiknya yang nantinya juga secara tidak langsung akan meningkatkan mutu sekolah.
d. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perkembangan lembaga pendidikan. dalam upaya membimbing dan memotivasi dan menggali kecerdasan emosional yang dimilikinya.
H. Landasan Teori
Untuk menghindari adanya kesalahpahaman terhadap judul proposal ini, maka perlu adanya penjelasan beberapa istilah sebagai berikut.
1. Landasan Teori Belajar, Hasil Belajar dan Pembalajaran.
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan yang ditandai dengan perubahan tingkah laku baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan atau sikap bahkan meliputi segenap aspek kehidupan. Belajar adalah suatu usaha atau perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan sistematis serta mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental, dana, panca indra, otak dan anggota tubuh yang lain. Demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, motivasi, minat dan sebagainya. Belajar dapat diperoleh dan pengalaman yang mana dikemukakan oleh Aaron Quinn Sartain dalam Max Darsono bahwa ”Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku yang didapat dan hasil pengalaman”.
Dan berbagai pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah terjadinya perubahan pada seseorang baik yang terlihat (uncovert) maupun yang tidak terlihat (covert), bertahan lama atau tidak dan kearah positif atau negatif, semuanya karena pengalaman. Definisi belajar tergantung pada teori belajar yang dianut seorang peserta didik yang belajar untuk memperbaiki kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotorik. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dan belajar yang berupa perubahan tingkah laku yang relatif tetap. Meningkatkan hasil belajar peserta didik merupakan suatu bentuk tindakan yang tidak mudah untuk dilakukan peserta didik dengan berbagai macam perbedaan karakteristik satu dengan yang lainnya. Peningkatan ini diharapkan mampu membantu peserta didik dalam meningkatkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa. Pelajaran secara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk memperbaiki tingkah laku peserta didik berupa kearah yang lebih baik.
Pelajaran menurut aliran Gestalt yaitu suatu usaha guna memberikan materi pelajaran sedemikian rupa hingga peserta didik lebih mudah mengorganisasikan atau mengaturnya menjadi suatu pola bermakna. (Max Darsono 2000) Pelajaran berkaitan dengan istilah belajar mengajar. Mengajar dapat diartikan sebagai penciptaan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya suatu proses belajar. Sistem lingkungan terdiri dan komponen-komponen yang saling mempengaruhi, antara lain tujuan instruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, serta sarana dan prasarana yang tersedia. Komponen-komponen dalam system ini saling mempengaruhi serta bervariasi sehingga setiap peristiwa belajar mengajar memiliki profil tertentu. Proses pembelajaran akan efektif bila seluruh komponen yang berpengaruh saling mendukung dalam rangka pencapaian tujuan. Proses pembelajaran mutlak diperlukan adanya komunikasi baik guru dengan peserta didik maupun peserta didik dengan peserta didik. Komunikasi atau interaksi yang terjalin secara akrab dan terbuka sangat menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Proses dan hasil belajar pada garis besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang berasal dan individu yang belajar (faktor internal) dan faktor yang berasal dan lingkungan (faktoreksternal).
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar antara lain:
a. Pemahaman peserta didik terhadap bahan pelajaran.
b. Minat peserta didik terhadap hasil belajar;
c. Kesehatan peserta didik;
d. Kecakapan terhadap bahan pelajaran;
e. Kebiasaan belajar; dan
f. Inteligensi;
g. Bakat; dan
h. Pengusaan bahasa.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan basil belajar antara lain:
a. Faktor yang bersumber pada lingkungan sekolah.
b. Faktor yang bersumber pada lingkungan keluarga.
c. Faktor yang bersumber dan lingkungan masyarakat.
2. Metode Penemuan
Menurut Oemar Hamalik: Metode pengajaran yaitu cara untuk menyampaikan materi pelajaran agar tujuan dan proses belajar mengajar tercapai. Oleh karena itu metode pengajaran berperan sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar. Penggunaan metode pengajaran yang tidak tepat dalam menyampaikan pelajaran dapat menyebabkan tidak terjadinya interaksi pembelajaran antara guru dan peserta didik. Adapun prinsip-prmsip dalam penggunaan metode pengajaran menurut Oemar Hamalik adalah sebagai berikut:
a. Setiap metode mempunyai tujuan, artinya pemilihan dan penggunaannya berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai.
b. Pemilihan suatu metode pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar bagi siswa (peserta didik), harus. berdasarkan pada keadaan siswa (peserta didik), pribadi, guru dan lingkungan belajar.
c. Metode pengajaran dapat dilaksanakan lebih efektif apabila menggunakan alat bantu pengajaran atau audio visual.
d. Dalam kegaiatan belajar mengajar tidak ada metode mengajar yang paling baik, metode dianggap baik apabila dapat mencapi tujuan dalam bahan ajar.
e. Penilaian hasil belajar menentukan pula efisiensi dan efektivitas suatu metode pengajaran.
f. Penggunaan metode pengajaran hendakuya bervariasi, artinya guru sebaiknya menggunakan berbagai ragam metode sekaligus sehingga dapat mengembangkan berbagai aspek pola tingkah laku. (Oemar Hamalikl989:97)
Pada metode penemuan, konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya yang dipelajari peserta didik itu merupakan hal yang baru belum diketahui sebelumnya, tetapi gurunya sendiri sudah tahu apa yang ditemukan itu. Dengan metode ini pesenta didik melakukan terkaan, mengira-ngira, coba-coba sesuai dengan pengalamannya (pengetahuannya dan siapnya) untuk sampai pada konsep yang harus di kemukakan itu. Pembelajaran penemuan adalah metode pengajaran dimana peserta didik didorong untuk menemukan prinsip-prinsip untuk din mereka sendiri.
Pada metode penemuan, konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya yang dipelajari peserta didik itu merupakan hal yang baru belum diketahui sebelumnya, tetapi gurunya sendiri sudah tahu apa yang ditemukan itu. Dengan metode ini pesenta didik melakukan terkaan, mengira-ngira, coba-coba sesuai dengan pengalamannya (pengetahuannya dan siapnya) untuk sampai pada konsep yang harus di kemukakan itu. Pembelajaran penemuan adalah metode pengajaran dimana peserta didik didorong untuk menemukan prinsip-prinsip untuk din mereka sendiri.
g. Dalam pembelajaran dengan penemuan, menurut Wilcox siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prmsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prmsip untuk diri mereka sendiri. (M0Ch Nur 1999 :7) Keuntungan pembelajara dengan penemuan:
· Meningkatkan rasa ingin tahu peserta didik;
· Memotivasi peserta didik untuk melanjutkan pekerjaan sehingga mereka dapat menemukan cara belajar untuk memecahkan masalah secara mandiri karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi.
3. Hakekat Provesi Kependidikan.
Menurut sutomo (1997) profesi kependidikan tidak bisa dipisahkan dan pekerjaan-pekerjaan di bidang pendidikan, utamanya adalah dengan tenaga kependidikan. Yang dimaksud dengan kependidikan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjukan penyelenggaraan pendidikan. Tenaga pendidikan bertugas meyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Guru sebagai tenaga pengajar merupakan tenaga pendidikan yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar. Agar guru dapat melaksanakan tugas mengajar diperlukan seperangkat kemamapuan yang harus dikuasainya. Seperangkat kemampuan itu antara lain kemampuan Professional (Sutomo, 1997).
4. Konsep kecerdasan emosional.
Konsep adalah Kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain Sedangkan yang dimaksud konsep dalam penelitian ini adalah metode-metode hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa. Dan definisi dan suatu objek yang kemudian digunakan sebagai dasar didalam kegiatan pembelajaran. yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Dalam kejadian dan kehidupan kita sehari-hari.
I. Metodologi Penelitian.
1. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah siswa SDN Jayawinangun.
Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik bagi guru.
Dengan demikian pada penelitian ini tidak digunakan sampel sehmgga merupakan penelitian populasi.
2. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksaanakan di SDN Jayawinangun
1. Variabel Penelitian.
Variabel dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional pada siswa. Variabel tersebut diuraikan untuk mengetahui prestasi belajar pada siswa.
2. Metode Pengumpulan data.
Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi, metode angket, metode wawancara dan observasi.
a) Metode dokumentasi. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh daftar siswa SDN Jayawinangun dan data prestasi belajar yang dijadikan populasi.
b) Metode Angket. Angket adalah seperangkat pertayaan tertulis berupa tes psikotes yang dikirimkan kepada responden untuk mengungkap pendapat, keadaan, kesan yang ada pada diri responden mupun diluar dirinya. (Arikunto Suharsimin, 1996:139).
c) Lembar Observer. Lembaga observer digunakan sebagai penguat data tentang kecerdasan emosional pada anak dalam mencapai prestasi belajar dikelas.
d) Metode Wawancara. Penggunaan metode wawancara ini digunakan untuk melengkapi kekurangan data-data yang diperoleh melalui angket. Data-data itu antara lain: pendapat guru mengenai kecerdasan emosional siswa dan menanyakan langsung pada siswanya.
e) Metode Observasi. Metode Observasi digunakan sebagai penguãt data tentang kegiatan siswa khususnya kegiatan yang berhubungan dengan kecerdasan emosional dalam meraih prestasi belajar di SDN Jayawinngun.
f) Prosedur penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus. Masing – masing dilaksanakan dalam 4 (empat) tahap, yaitu perencanaan, implementasi, observasi dan refleksi
| ||||||||
1. Siklus I
a. Perencanaan
Membuat lembaran observasi siswa untuk siswa untuk mengamati keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung. Membuat lembaran observasi pembelajaran role playing untuk guru.
b. Impelementasi.
Sisklus I dilaksanakan pada bulan januari 2011. tindakan tersebut dilaksanakan dalam satu kali pertemuan selama 1X60 menit. Pertemuan pada sisklus I berisi penyemapaian materi. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian tugas baik secara berkelompok atau individu, dilakukan pembahasan dan penarikan kesimpulan secara bersama – sama.
c. Observasi
Observasi yang dilakukan meliputi pengamatan dan aktifitas siswa.
d. Refleksi
Pada sisklus I seluruh siswa hadir dalam pembelajaran. Pada saat pembelajaran hanya sebagian kecil siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru dan dapat menanggapi serta memberi contoh atas penjelasan dari guru. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa melakukan pembelajaran berbasis masalah. Dalam kerja kelompok yang penentunya tempat duduk, hanaya sebagian siswa yang mengambil bagian dalam diskusi/masih ada siswa yang tidak ikut serta dalam kerja kelompok. Pada saat satu kelompok menyajikan hasil karya kelompoknya banyak siswa yang tidak memperhatikan, mereka cenderung bermain dan berbicara sendiri.
2. Siklus II
a. perencanaan.
Sesuai dengan refleksi peneliti dan siswa pada siklus di atas, maka pada sisilus II dilaksanakan sebagai berikut. Guru harus bisa mengorganisasikan waktu dalam penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan optimal. Pembagian kelompok tidak ditentukan pada posisi tempat duduk, tetapi berdasarkan penyebaran kemampuan siswa. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Membuat lembar observasi pembelajaran role playing untuk guru. Membuat lembar observasi siswa untuk mengamati keaktifan siswa selam proses pembelajaran berlangsung.
b. Implementasi.
Pada siklus II dilaksanakan pada bulan Februari 2011 selama 2 X 40 menit. Pada siklus II berisi penyampaian materi mata pelajaran sosiologi. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian tugas melalui lembaran yang berisi perintah yang harus dikerjakan oleh siswa.
c. Obsevasi.
Pengamatan yang dilakukan pada siklus II baik pertemuan pertama maupun pertemuan kedua. Pengamatan yang dilakukan terhadap siswa meliputi keaktifan siswa dalam mengemukakan tanggapan/memberi contoh, menjawab pertanyaan, mengambil bagian dalam diskusi, mengamati penyajian hasil karya dan melaksanakan tugas yang diberikan.
d. Refleksi
Dalam siklus II ini, seluruh siswa hadir dalam pembelajaran. Siswa sangat aktif dalam pembelajaran. Sebagian besar siswa mampu menjawab pertanyaan – pertanyaan dengan benar, siswa bertani menyampaikan pendapat dan menanggapi siswa lain.
g) Instrumen item.
1. Penyusun item. Sesuai dengan metode yang digunakan dalam pengumpulan data, maka instrumen dalam bentuk angket yaitu pertanyaan yang mengungkapkan tentang memberikan materi yang berhubungan dengan kecerdasan emosional.Instrumen dapat dibedakan dalam bentuk angket untuk guru (hanya sebagai data sekunder yang dijadikan sebagai bahan perbandingan), angket untuk siswa dan lembar observer, angket peneliti berupa pertayaan yang mengungkapkan tentang hal yang berhubungan dengan kecerdasan emosional dalam mencapai prestasi belajar siswa.
2. Analisis Angket. Analisis angket dilihat dan validitas angket dan Realibitas Angket dengan menggunakan analisis triangulasi yang meliputi proses reduksi data, penyajian data dan menyimpulkan data. Validitas angket Pada penelitian ini validitas data diperoleh dengan menjumlahkan skor pada angket yang diperoleh dan jawaban pertayaan pada angket yang diajukan pada respondan dalam hal adalah siswa. Data yang terkumpul dianalisis melalui pendekatan kuantitatif, yaitu dengan mengemukakan fakta berupa angka-angka dengan memberikan pemaparan terhadap data kuantitatif setelah dilakukan tabulasi dan menentukan prosentasi. Penentuan prosentasi menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
P = (F/N) X 100%
F = Jumlah responden yang menjawab angket dalam bentuk alternative.
N = Jumlah responden,
100% = Bilangan tetap,
P = Jumlah jawaban yang diharapkan. ( Sudijono, 1992;40 ).
Sedangkan pemaparan terhadap hasil perhitungan prosentase tersebut, digunakan standar yang dikemukakan oleh Ahmad Supardi dan Wahyudin Syah ( 1984:52 ), yakni:
100% = seluruhnya
90%-99% = hampir seluruhnya
60%-89% = sebagian besar
60%-59% = lebih dari setengahnya
50% = setengahnya
40%-49% = hamper setengahnya
10%-39% = sebagian kecil
1%-9% = sedikit sekali
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mudzakir. (1997). Psikologi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Goleman, Daniel. (2000). Emitional Intelligence (terjemahan). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. (2000). Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gottman, John. (2001). Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (terjemahan). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Irwanto. (1997). Psikologi Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mila Ratnawati. (1996). Hubungan antara Persepsi Anak terhadap Suasana Keluarga, Citra Diri, dan Motif Berprestasi dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas V SD Ta’Miriyah Surabaya. Jurnal Anima Vol XI No. 42.
Moch, Nazir. (1988). Metodologi Penelitian.Cetakan 3. Jakarta :Ghalia Indonesia.
Morgan, Clifford T, King, R.A Weizz, JR, Schopler. J, 1986. Introduction of Psychology, (7th ed), Singapore : Mc Graw Hil Book Company
Muhibbin, Syah. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Suatu Pendekatan baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Nana, Sudjana. (2001). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Cetakan ketujuh. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Ratna Wilis, D. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Penerbit Erlannga.
Saphiro, Lawrence E. (1998). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta : Gramedia.
Sarlito Wirawan. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sia, Tjundjing. (2001). Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Jurnal Anima Vol.17 no.1
Sri, Lanawati. (1999). Hubungan Antara Emotional Intelligence dan Intelektual Quetion dengan Prestasi Belajar Siswa SMU.Tesis Master : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Sumadi, Suryabrata. (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada .
Sumadi, Suryabrata. 1998. Metodologi Penelitian. Cetakan sebelas. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Saifuddin, Azwar. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Balajar Offset.
Saifuddin Azwar. (1998). Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukutan Prestasi balajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Suharsono. (2002). Melejitkan IQ, IE, dan IS. Depok : Inisiasi Press.
Sutrisno Hadi. (2000). Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset.
Syaiful Bakrie D. (1994). Prestasi belajar dan kompetensi guru. Surabaya : Usaha Nasional.
Winkel, WS (1997). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.
Personalia Peneliti
Nama : Erlinahati
Nim : 090641217
Mata kuliah : Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dosen : Agung Rokhimawan MPd
Contoh: Angket Tes Kecerdasan Emosional
a. Gambarlah lingkaran
|
b. Gambarlah pohon
|
c. Gambarlah balon
|
d. Gambarlah rumah
|
e. Gambar bebas yang disukai siswa tersebut
|
No comments:
Post a Comment