KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang memberikan kenikmatan serta petunjuk bagi manusia. Serta iringan sholawat senantiasa tercurahkan kehadirat Nabi Muhammad SAW.
Berkat bimbingan guru mata pelajaran Bahasa indonesia dan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, penulis dapat menyelesaikan Tugas Karya Tulis tema Sholat dengan topik “Tuntunan Sholat” guna memenuhi tugas karya tulis Bahasa dan Sastra Indonesia.
Penulis menyadari sebagai manusia biasa masih banyak kekurangan dalam menyampaikan atau menuliskan karya tulis ini. Dan penulis menampung kritik serta saran dari pembaca yang bersifat education (mendidik).
Akhir kata Wassalamu ‘Alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Karangampel, April 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan i
Motto ii
Persembahan iii
Kata pengantar iv
Daftar Isi v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan Penulisan 1
1.4. Metode Penulisan 1
1.5. Kegunaan Penulisan 1
1.6. Sistematika Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1. Definisi Shalat 2
2.2. Pembagian Sholat 2
2.3. Shalat Berjamaah 3
2.4. Sholat Tertinggal 4
2.4.1. Qashar 4
2.4.2. Jamak 5
2.5. Inti Shalat 6
2.6. Hikmah Shalat 7
2.7. Rukun Shalat dan Caranya 8
2.8. Perintah Shalat 9
2.9. Sujud Syahwi 10
BAB III PENUTUP 11
3.1. Kesimpulan 11
3.2. Saran 11
Daftar Pustaka 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di jaman modern ini, banyak manusia yang meninggalkan shalat, malah sholat menjadi pekerjaan yang amat sulit. Maka saya mengambil tema Tuntunan Shalat sangat tepat dengan kehidupan sekarang.
1.2. Rumusan Masalah
Karena shalat itu adalah menjalankan syariat Islam, beban di pundak setiap muslim, olah raga yang menyehatkan jasmani dan rohani. Do’a yang memiliki khasiat yang paling mabrur dan utama yang akan didengar Allah SWT.
1.3. Tujuan Penulisan
Agar menambah pengetahuan bagi pembaca dan penulis karangan ini harus dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
1.4. Metode Penulisan
Karya tulis ini mengambil metode daftar pustaka.
1.5. Kegunaan Penulisan
Karya ini akan berguna bagi pembaca khususnya bagi penulis yang sedang belajar shalat dan ingin mengetahui ilmu shalat.
1.6. Sistematika
Karya ini mencakup definisi shalat. Pembagian shalat, shalat berjamaah, shalat tertinggal, inti shalat dan hikmah shalat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Shalat
Shalat adalah tiang agama, shalat juga merupakan rukun Islam yang kedua. Maka kita diwajibkan untuk melakukan yang namanya shalat, karena Allah SWT telah memerintahkan shalat sesuai dengan wahyu-Nya.
ùs$$Š÷ããq#( #$!© Bã‚÷=ÎÁÅüúš 9smç #$!$eÏïût ru9sqö .xÌno #$9ø3s»ÿÏãrbt ÈÍÊÇ
Artinya : “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya). (Q.S. 40 : 14)
Karena shalat merupakan cara manusia untuk dapat menghadap tuhannya, dan dengan shalat makhluk Allah yang namanya manusia ini dapat melapangkan segala permasalahan yang terjadi dan apabila kita shalat dengan khusyu’ kita akan merasakan bahwa Tuhan (Allah) ada di hadapan kita, jadi shalat merupakan jalan satu-satunya untuk menghadap-Nya. Walau kita berada di depan Ka’bah, kita tidak akan merasakan seperti yang dirasakan dalam shalat yang khusyu’, shalat yang khusyu’ terdapat ketenangan, kenikmatan dan kesempurnaan hidup.
Shalat dapat didefinisikan sebagai “Shalat” atau “Ibadah” yang diartikan sebagai perbuatan untuk mencari ridha Allah SWT dan langsung untuk menghadap kepada-Nya.
2.2. Pembagian Shalat
Shalat dapat dibagi menjadi dua macam jenis shalat, yakni shalat wajib dan shalat sunnat. Shalat wajib (fardlu) sendiri terbagi menjadi lima jenis shalat, diantaranya shalat Subuh, Dzuhur, ‘Asar, Maghrib, dan Isya. Shalat ini harus dilaksanakan secara rutin dan harus sesuai dengan waktunya tidak seperti shalat sunnah, shalat sunnah dapat dilaksanakan kapan pun. Shalat sunnah memiliki banyak jenisnya, salah satunya shalat Dhuhah yakni dilaksanakan di pagi hari, Shalat Witir, shalat Tasbih dan shalat Tahajud yakni di malam hari. Selain itu shalat qobliyah dan ba’diyah pun termasuk shalat sunnah.
Shalat fardlu sudah biasa kita lihat, dan suatu kebiasaan bagi orang mukmin tetapi apabila sekaligus shalat sunnahnya itulah seorang mukmin yang sudah merasakan tenang dan nikmatnya shalat dan Maha Benar Allah yang tidak akan menyusahkan makhluknya apabila makhluk iutu tidak menganggap suatu perkara menjadi susah.
Selain itu ada shalat sunnah yang diwajibkan yaitu shatal menyolati orang mati (jenazah), apabila tidak satu pun orang yang menyolati, maka berdosalah masyarakat yang tidak menyolatinya. Tetapi apabila jenazah telah dishalati walau satu orang orang lain pun tidak mendapatkan apa-apa. Maka shalat ini dapat dihukumkan sebagai fardlu kifayah (shalat sunnah yang diwajibkan).
2.3. Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah ialah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama dengan dipimpin oleh seorang imam. Bagi perempuan ialah tidak boleh menjadi imam para laki-laki, tetapi bagi kaum laki-laki ialah diperbolehkan menjadi imam para makmum laki-laki maupun perempuan.
Hukum Shalat Berjamaah adalah sunnah muakad, karena shalat berjamaah lebih utama dari shalat sendirian (berdiri sendiri) dengan 20 derajat yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam kitab sucinya yang mulia dalam surat An-Nissa ayat 102 yang berbunyi :
ru)ÎŒs# .äZM| ùÏŽkÍNö ùs'r%sJôM| 9sgßNã #$9Á¢=nq4on ùs=ùFt)àNö Ûs$!Íÿxp× BiÏ]÷kåN B¨èt7y ru9ø‹u'ùzä‹ärÿ#( &r™ó=ÎsyJtkåNö ùs*ÎŒs# ™yÚy‰ßr#( ùs=ùŠu3äqRçq#( BÏ` ru‘u#!Í6àNö ru9øGt'ùNÏ Ûs$!Íÿxpî &éz÷t”2 9sOó ƒãÁ|=q#( ùs=ù‹ãÁ|=q#( Btèy7y
Artinya : “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu …”
Shalat berjamaah yang bisa dibilang wajib karena isi ayat tadi ialah menyuruh nabi Muhammad SAW agar mebdirikan shalat bersama-sama maka hendaklah kamu shalat berjamaah agar mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana dan semoga mendapatkan pahala yang berlimpah bagi orang yang melakukan shalat berjamaah.
2.4. Shalat Yang Tertinggal
Shalat yang tertinggal dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Shalat yang Qashar
Shalat yang diqashar dapat dilakukan apabila melakukan perjalanan yang menghendaki untuk diqashar, maka qasharlah shalat tersebut. Dalam kitabullah menegaskan
ru)ÎŒs# ÑŸŽu/öêäL÷ ûÎ’ #${F‘öÚÇ ùs=nŠø§} æt=n‹ø3ä/ö _ãZu$yî &rb ?s)øÇÝŽçr#( BÏ`z #$9Á¢=nq4oÍ )Îb÷ zÅÿøêäL÷ &rb ƒtÿøFÏZu3äNã #$!©%Ïïût .xÿxãrÿ#( 4 )Îb¨ #$9ø3s»ÿÏÍïût .x%Rçq#( 9s3ä/ö ãt‰ßrx# B•7ÎZY$ ÈÊÉÊÇ
Artinya : “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah Mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Q.S. An-Nissa : 101)
Karena shalat itu wajib, maka qasharlah daripada tidak melakukan shalat sama sekali. Dari beberapa para fuqaha berpendapat , bahwa qashar itu memiliki hukum yang wajib. Adapula yang mengatakan sunnah dan lain sebagainya pendapat yang berbeda-beda.
Qashar juga merupakan keringanan (Rukshah) serta kelapangan bagi hamba dalam melaksanakan hukum syariat terutama ketika menghadapi kesulitan maupun perjalanan yang belum tentu. Altahami dari Ibnu Abbas berkata “Apabila tidak diketahui lamanya untuk dalam menetap itu, diizinkan shalat untuk diqashar”. Jadi kita dibolehkan untuk mengqashar shalat dengan syarat perjalanan hingga mengharuskan untuk qashar, menetap di saat tidak tahu kapan pulang dan kapan perginya.
b. Shalat yang dijamak
Anas bin Malik r.a. berkata “Rasulullah SAW jika berangkat pergi sebelum tergelincir matahari mengakhirkan dzuhur hingga ashar kemudian turun dan mengumpulkan (Jamak) dzuhur dengan ashar, maka jika tergelincir matahari berangkat shalat dzuhur dahulu lalu berangkat” bukan hanya hadits di atas yang telah membolehkan menjamak shalat dzuhur ke shalat ashar tetapi shalat maghrib dijamak ke shalat isya’ juga dibolehkan. Yang sesuai dengan hadits Ibnu Umar r.a. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (As-Syaikhani) yang isinya ialah
ﺐﺭﻐﻣﻠﺍﺭﺧﺅﻳﺭﻔﺴﻠﺍﻰﻓﺭﻳﺴﻠﺍﻪﺑﻞﺠﻋﺍﺫﺍ ﻢﺺ ﷲﺍﺭﻮﺴﺭﺖﻴﺍﺭ
ﺀﺎﺸﻌﻠﺍﻦﻴﺑﻢﺎﻤﻧﻴﺑﻊﻤﺟﻴ
“Ibnu Umar berkata saya melihat Rasulullah SAW jika cepat-cepat berjalan dalam bepergian maka ia menunda shalat maghrib, sehingga ia mengumpulkan antara shalat maghrib dengan shalat Isya”.
Tidak semua shalat dapat dijamak, yakni shalat subuh tidak diperbolehkan untuk dijamak ke shalat apapun, yang boleh dijamakkan ke shalat ialah dzuhur ke shalat ashar dan sebaliknya juga maghrib ke isya dan sebaliknya.
Selain yang dijamak harus dalam keadaan sibuk, takut hujan, bepergian maupun berhalangan. Shalat jamak pun tidak lain untuk meringankan beban taktif (rukhsah) dan kemudian agar dapat diikuti para sahabat dan umatnya.
Para fuqaha berpendapat dibolehkan tetapi menurut imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya melarang untuk melakukan Jamak, perselisihan pendapat mereka ialah tentang sahihnya hadits-hadits dan bolehnya memakai kiyas dalam jamak.
2.5. Inti dari Shalat
#$?ø@ã Bt$! &érrÇÓz )Î9s‹ø7y BÏÆš #$9ø3ÅGt»=É ru&r%ÏOÉ #$9Á¢=nq4on ( )Îcž #$9Á¢=nq4on ?sZ÷Ss‘4 ãtÆÇ #$9øÿxsó±t$!äÏ ru#$9øJßZ3sÌ 3 ru!s%Ï.øã #$!« &r2ò9tŽç 3 ru#$!ª ƒtè÷=nOÞ Bt$ ?sÁóYoèãqbt ÈÎÍÇ
Artinya : “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Ankabut : 45)
Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada umatnya agar mendirikan shalat, karena shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar yang pastinya shalat tersebut dilakukan secara khusyu’, dengan shalat hidup kita akan terasa tenang dan nyaman, selain itu pula shalat memiliki keutamaan daripada ibadah-ibadah lain. Tanpa shalat segala sesuatu yang kita kerjakan (ibadah) akan menjadi sia-sia, apabila kita shalat walau amal yang kita lakukan sedikit tetapi balasan (pahala) Allah SWT sangat besar. Saat kita meninggal yang ditanyakan perbuatan (amal) kita yang pertama kali ialah shalat. “Apakah shalat kita baik atau rusak?” Apabila baik maka baiklah segala perbuatan (amal) yang telah dilakukan. Apabila rusak, rusaklah perbuatannya.
Shalat ialah memiliki kedudukan yang sangat penting bagi hamba Allah yang bertaqwa, Rasulullah menegaskan sebagaimana sabdanya :
ﻥﻴﺪﻠﺍﻢﺩﻫﺪﻗﻓﺎﻬﻜﺭﺘﻥﻤﻮﻥﻳﺩﻠﺍﻢﺎﻘﺍﺪﻘﻔﺎﻬﻣﺎﻘﺍﻥﻣﻔﻥﻴﺪﻠﺍﺩ ﺎﻤﻋﺓﻼﺼﻠﺍ
Artiinya : “Shalat adalah tiang agama, maka barangsiapa yang menegakkannya, berarti menegakkan agama. Dan barang siapa meninggalkannya, berarti meruntuhkan agama” (HR.Bukhari dari Umar r.a.)
Bagi umat islam yang bertaqwa ialah diwajibkan untuk menegakkan agamanya (mengerjakan shalat) bahkan umat Islam dianjurkan untuk memperkokoh agamanya. Dan janganlah sesekali kalian meninggalkan shalat karena sama saja kalian memerangi agamamu sendiri.
2.6. Hikmah Shalat
1. Membiasakan hidup bersih
Dalam shalat disunahkan agar membersihkan diri dari khadas besar (mandi), memakai wangi-wangian, berpakaian rapi lagi baik dan lain-lain.
2. Terbiasa hidup sehat
Seorang muslim/muslimah yang terkena kotoran (haid/nifas) diwajibkan untuk dibersihkan dengan cara mandi maupun berwudlu.
3. Membina Kedisiplinan
Umat Islam dianjurkan agar shalat sesuai dengan waktunya, bangun pagi untuk melakukan shalat subuh. Jangan dulu tidur sebelum shalat isya, waktunya siang (istirahat) untuk shalat dzuhur, dan sebagainya.
4. Melatih Kesabaran
Orang yang telah mendirikan shalat dengan sebenar-benarnya akan menjadi kuat tekadnya dan tidak putus asa dalam menghadapi pahitnya hidup.
5. Mengikat Tali Persaudaraan Sesama Muslim
Dalam shalat berjamaah kita dapat mengikat dan memupuk persaudaraan.
6. Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar
Dalam kitabullah kitab suci Al-Qur’an yang benar lagi seutuh-utuhnya menegaskan bahwa shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar
2.7. Rukun Shalat dan caranya
1. Takbiratul Ihram
Mengangkat kedua tangan hingga di atas pundak dan telapak tangan dibuka kemudian ditaruh di atas perut, di bawah dada. Tangan kanan ditaruh di depan tangan kiri kemudian membaca do’a iftitah, Al-Fatihah, kemudian surat-surat lainnya.
2. Ruku’
Badan dibungkukkan dengan kedua tangan ditaruh dilutut dan kaki diratakan. Saat ruku’ sambil membaca buku.
3. I’tidal
Tangan diangkat hingga di atas pundak dan dilepaskan ke bawah sambil membaca do’a I’tidal.
4. Sujud
Lutut ditaruh di lantai (bumi), sambil kedua telapak tangan ditaruh rata di atas lantai (bumi). Dahi dan hidung pun ditempelkan di lantai dan kaki agar diatur seperti jalan sambil merangkak (jawa=jinjit). Pantat diangkat sikut jangan ditaruh di dalam perut, lebih-lebih kaki agar diangkat. Saat sujud sambil membaca do’a sujud.
5. Duduk diantara dua sujud
Kedua tangan ditaruh di atas paha dan telapak kaki kanan diangkat dengan jari-jari ditekuk sedangkan telapak kaki kiri ditaruh di bawah pantat. Dengan membaca do’anya.
6. Sujud Kedua
Sama seperti sujud pertama
7. Tahiyat
Duduk dari tahiyat awal ialah sama seperti duduk di antara dua sujud, hanya saat membaca “Asyhadualah Illahaillallah” jari telunjuk ditegakkan ke depan (tangan kanan). Kalau tahiyat akhir agar kaki kiri mendekati kaki kanan. Namun saat akan duduk diwajibkan membaca tahiyat.
8. Salam
Saat mengucapkan salam agar muka menghadap ke kanan dan salam kedua menghadap ke kiri.
2.8. Perintah Shalat (5 Waktu)
Sebelum umat Islam melaksanakan shalat Rasulullah SAW menerima perintah dari Allah SWT untuk melakukan Isra’ Mi’raj yakni perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Isro) setelah itu dilanjutkan menuju langit ke tujuh yakni Baitul Maqdis (Mi’raj). Setelah beliau sampai di Baitul Maqdis beliau mendapat dari Allah SWT untuk melaksanakan shalat. Yakni shalat 50 waktu, lalu beliau turun. Saat beliau sedang turun beliau bertemu dengan Nabi Musa AS dan Nabi Musa berkata kepada Rasulullah “Hai Muhammad. Apakah umatmu sanggup menjalankan shalat sebanyak 50 waktu? Umatku saja tidak sanggup melaksanakan shalat, padahal hanya shalat satu waktu”.
Setelah Rasulullah mendengar ucapan Nabi Musa AS, Rasulullah berfikir “Apakah sanggup umatku dibebani sebanyak ini?”. Kemudian beliau naik kembali ke Baitul Maqdis dan meminta keringanan kepada Allah SWT. Kemudian Rasulullah diberi keringanan yang dikurangi 5 waktu dari 50 waktu, Rasulullah SAW kemudian turun. Dan di tengah perjalanan turun Rasulullah kembali di hadang oleh Nabi Musa AS. Nabi Musa pun mengatakan perkataan yang sama seperti semula. Rasulullah pun kembali naik untuk meminta keringanan dan Allah SWT pun memberikan keringanan hingga 40 waktu, saat turun Rasulullah kembali dihadang Nabi Musa AS dan ia berkata seperti semula. Akhirnya Rasulullah naik kembali meminta keringanan dari shalat 40 waktu, saat turun kembali masih dihadang dan Rasulullah naik lagi. Sampai saat Rasulullah hanya mendapat perintah shalat 5 waktu. Kemudian Rasulullah turun dan masih dihadang oleh Nabi Musa AS dan ia pun berkata seperti semula namun Rasulullah menjawab “Saya malu kepada Allah SWT karena sudah sekian kali meminta keringanan”. Dan akhirnya Rasulullah turun dengan membawa perintah shalat 5 waktu.
Rasulullah pun memberitahukan kepada umat Islam agar melaksanakan shalat, hingga dipertegas oleh Wahyu Allah dan hadits Rasulullah serta dengan diterangkan oleh shalat beliau. Dan hingga sekarang shalat tidak boleh ditiinggalkan sampai kapanpun harus dilaksnakan.
2.9. Sujud Syahwi
Apabila saat shalat terdapat kekurangan maupun kelupaan dalam rukun shalat diwajibkan untuk melakukan sujud syahwi (sujud kelupaan). Namun apabila dalam shalat tidak terdapat kekurangan maupun kelupaan maka tidak diperbolehkan untuk melakukan sujud syahwi.
- - o O FINISH O o - -
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Shalat itu wajib, shalat lebih utama dengan berjamaah (sama-sama). Dan apabila kamu dalam keadaan sibuk, perjalanan ataupun merasa takut terhadap orang kafir maka shalatmu dapat diqashar (diringkas) maupun dijamak (dikumpulkan).
Shalat menganjurkan agar kamu hidup bersih, hidup sehat, disiplin, sabar, bersaudara sesama muslim dan mencegah perbuatan keji dan mungkar. Maka shalatlah kamu agar hidupmu menjadi berguna.
3.2. Saran
Tolong, jangan tinggalkan shalat. Kaena shalat adalah wadah dari amal dan dari shalat dapat dilihat kadar imanmu.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati, Ayat. 2001. Hadits Arba’in. Bandung : Marja’
------- . 1994. Pendidikan Agama Islam. Bandung : Lubuk Agung.
Rusyid, Ibnu. 1968. Hidayatul Mujtahid. Jakarta : Bulan Bintang.
Asnawi, Juhri. 1966. Fashalatan. Surabaya : Menara Kudus.
No comments:
Post a Comment