BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pre eklampsia berat merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi, istilah suatu penyakit harus diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama dan bahwa pre eklampsia merupakan peningkatan yang lebih berat dan berbahaya dari pre eklampsia dengan tambahan gelaja-gejala tertentu. Di Indonesia pre eklampsia disamping perdarahan dan infeksi masih merupakan sebab utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu, diagnosis dini pre eklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklampsia berat, bahkan eklampsia.(1)
Angka kematian ibu di negara berkembang jauh lebih tinggi dibanding dengan di negara maju seperti Amerika. Angka kematian ibu (AKI) sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994. angka kematian ibu yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, dibanding dengan Singapura yaitu 3 per 1000 kelahiran hidup, Brunei Darussalam 8 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 10 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per kelahiran hidup dan Thailand 20 per 1000 kelahiran hidup.(2)
Tingginya angka kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan neonatal, dengan perkiraan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 jiwa dapat dijabarkan bahwa angka kematian ibu sebesar 19.500-20.000 setiap tahun akan terjadi setiap 26-27 menit. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan 30,5%, infeksi 22,5%, gestosis 17,5% dan pre eklampsia / eklampsia 2,0%.(2) Sampai saat ini pre eklampsia cukup sering dijumpai dan masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu.(3)
Memperhatikan masih tingginya angka kematian materal maka dapat dikemukakan bahwa pengawasan antenatal masih belum memadai sehingga penyulit kehamilan maupun persoalan serta kehamilan beresiko tidak dapat terdeteksi sedini mungkin.(2)
Di daerah dimana masalah kesehatan ibu demikian beragam biasanya angka kematian dan kesakitan ibu kurang baik pemeriksaannya. Hal ini dikarenakan pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur dan pertolongan-pertolongan persalinan yang kurang baik ikut mempengaruhi angka kematian ibu yang tinggal di negara-negara berkembang, ditambah lagi dengan kondisi masyarakat pedesaan yang lebih menyukai banyak anak dibandingkan dengan mengikuti program KB, serta perempuan yang melahirkan pada usia yang terlalu muda dan masih terus melahirkan sampai usia 40-an, situasi ini ditambah lagi dengan jumlah penduduk yang berlebihan di negara berkembang, disertai faktor kemiskinan, kurang gizi, dan sanitasi yang buruk, semua ini akan berpengaruh terhadap angka kematian ibu.(4)
Di Indonesia preeklampsia-eklampsia merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penangananya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia tidak diketahui dan diperhatikan. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia dan eklampsia, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi yang lain.(5)
Berdasarkan studi pendahuluan data dari bulan Januari sampai Desember tahun 2007 di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon terdapat 296 orang yang mengalami pre eklampsia berat dari 1507 pasien bersalin, sedangkan data dari bulan Januari sampai Junii tahun 2008 terdapat 94 orang atau sekitar 15% yang mengalami pre eklampsia berat dari 623 pasien bersalin.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah yang ingin peneliti ketahui adalah “Bagaimana Gambaran Karakteristik Dan Hasil Persalinan Ibu Pre Eklampsia Berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon Tahun Periode Januari - Juni Tahun 2008?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik dan hasil persalinan ibu pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon pada periode Januari sampai Juni Tahun 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu pre eklampsia berat berdasarkan usia ibu di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008.
b. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu pre eklampsia berat berdasarkan paritas di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu pre eklampsia berat berdasarkan umur kehamilan di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008.
d. Diketahuinya proses persalinan ibu pre eklampsia berat dan hasil persalinan yang meliputi berat badan bayi, nilai apgar di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008.
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan dengan dilakukannya penelitian dapat memberikan manfaat bagi pihak antara lain:
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian ini penulis berharap ini dapat menambah literatur tentang persalinan ibu pre eklampsia berat di perpustakaan STIKes Cirebon.
1.4.2 Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih banyak tentang persalinan ibu pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kejadian pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon periode Januari - Juni Tahun 2008 berdasarkan karakteristik ibu, yaitu usia ibu, paritas, umur kehamilan, proses persalinan dan hasil persalinan.
1.6 Definisi Konseptual dan Operasional
1.6.1 Definisi Konseptual
Pre eklampsia berat adalah suatu sindrom klinik dalam kehamilan viable dalam usia kehamilan > 20 minggu / berat janin 500 gram yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria, dan oedema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan viable pada penyakit tropoblast (6).
Pre eklampsia berat ialah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria, dan oedema(7).
Pre eklampsia berat ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan oedema akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan(7).
Secara umum faktor predisposisi pre eklampsia - eklampsia adalah primigravida, kehamilan ganda, obesitas, hidramnion, mola hidatidosa, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit ginjal, hidrops fetalis, dan umur lebih dari 35 tahun.
1.6.1.2 Faktor-Faktor Terjadinya Pre Eklampsia Berat diantaranya:
a. Usia
Usia adalah menurut kronologisnya usia berdasarkan kalender(8).Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan 20 sampai 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20, ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.(4)
b. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun mati. (9)
Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, sehingga lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal. (4)
c. Umur Kehamilan
Umur kehamilan sangat mempengaruhi keadaan janin, karena bisa terjadi pertumbuhan janin terhambat. Salah satu pengobatan yang tepat untuk pre eklampsia adalah pengakhiran kehamilan, dalam hal ini perlu diamati keadaan janin, perlu diperhatikan bahwa induksi persalinan yang perlu dilakukan dini akan merugikan karena bahaya prematuritas. Tetapi sebaliknya induksi yang terlambat dengan adanya insufisiensi plasenta akan menyebabkan kematian janin intra uteri. Bila keadaan janin baik ditunggu sampai kehamilan cukup bulan / lebih dari 37 minggu baru dilakukan induksi untuk pengakhiran kehamilan. Kejadian pre eklampsia berat hanya terjadi pada umur kehamilan 37-42 minggu. (6)
d. Proses Persalinan
Proses persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).(2)
1.6.2 Definisi Operasional
1.6.2.1 Variabel Independen
Adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. (10)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik ibu berdasarkan usia ibu, paritas, jarak kelahiran, proses persalinan.
1.6.1.2 Faktor-Faktor terjadinya Pre Eklampsia Berat diantaranya:
a. Usia ibu adalah usia yang telah dicapai ibu sejak ia dilahirkan sampai saat dilakukan penelitian, cara ukurnya yaitu memindahkan data dari register, alat ukurnya yaitu buku catatan register, hasil ukurnya yaitu umur < 20 merupakan faktor risiko, 20-35 tahun bukan faktor risiko dan umur > 35 tahun merupakan faktor risiko dan skala ukurnya yaitu ordinal.
b. Paritas adalah jumlah apakah ibu primigravida atau multigravida yang menyebabkan kehamilan berisiko tinggi, cara ukurnya yaitu memindahkan data dari register, alat ukurnya yaitu buku catatan register, hasil ukurnya yaitu < 3 dan > 4 dan skala ukurnya yaitu ordinal.
c. Umur Kehamilan adalah usia kehamilan pada saat ibu mengalami preeklampsia berat dihitung sejak hari pertama haid terakhir, Cara ukurnya yaitu memindahkan data dari register, alat ukurnya adalah buku catatan register, hasil ukurnya yaitu sejak hari pertama hari terakhir dengan kategori: 28-33 minggu, 34-36 minggu dan >37 minggu, dan skala ukurnya yaitu ordinal.
d. Proses persalinan adalah keluarnya hasil konsepsi baik secara pervaginam atau dengan cara lain. Cara ukurnya yaitu memindahkan data dari register, alat ukurnya yaitu buku catatan register, hasil ukurnya yaitu spontan dan buatan skala ukurnya yaitu ordinal.
1.6.2.2 Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat (11). Variabel depeden dalam penelitian ini adalah pre eklampsia berat
Pre eklampsia berat adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan oedema akibat kehamilan. Setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Cara ukurnya yaitu memindahkan data dari register, alat ukurnya yaitu buku catatan register, hasil ukur PEB +3 dan tidak PEB negatif, skala ukurnya yaitu ordinal.
1.7 Kerangka Pemikiran
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran penelitian gambaran karakteristik dan hasil persalinan ibu preeklampsia berat
Keterangan : = diteliti
= tidak diteliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pre Eklampsia Berat
2.1.1 Pengertian
Pre eklampsia berat adalah suatu sindrom klinik dalam kehamilan viabel usia kehamilan > 20 minggu atau berat janin 500 gram yang ditandai dengan hiperproteinuria dan oedema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan viabel pada penyakit troploblast.(1)
Pre eklampsia berat ialah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri trias, hipertensi, proteinuria dan oedema.(7)
Pre eklampsia berat ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan oedema akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera persalinan..(7)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (jalan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir dengan bantuan atau tanpa bantuan (keluar sendiri).(2)
2.1 Tanda dan Gejala Pre Eklampsia Berat
Pre Eklampsia Berat adalah suatu kondisi yang timbul gejala dan tanda sebagai berikut:
1. Tensi darah sistol > 160 mmHg dan diastol > 110 mmHg
2. Peningkatan kadar enzim hati dan ikterus
3. Trobositopenia (< 100.000 / mm3) 4. Oliguria (urine < 400 ml / 24 jam) 5. Proteinuria > 3 gram / liter
6. Nyeri epigastrum
7. Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan
8. oedema paru / sianosis
(4)
2.3 Insiden dan Faktor Predisposisi
Walaupun penyebab preeklampsia tidak diketahui secara pasti terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian preeklampsia, yaitu sebagai berikut:
2.3.1 Paritas
Preeklampsia kadang-kadang disebut sebagai penyakit primagravida, karena biasanya lebih banyak terjadi pada primigravida dari pada multigravida(4).
2.3.2 Primigravida
Pre eklampsia dan eklampsia secara eksklusif merupakan penyakit pada nulipara biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun(12).
2.3.3 Multigravida
Pada multipara penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan berikut, kehamilan mutifetal dan hidrops fetalis, penyakit vaskuler, termasuk hipertensi esensial kronis dan diabetes millitus, penyakit ginjal (12).
2.3.4 Usia
Pada pre eklampsia lebih sering terjadi pada umur belasan tahun dan pada usia diatas 35 tahun. Kejadian pre eklampsia bisa meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan usia kontrol yang berusia 20 - 30 tahun, beberapa penelitian melaporkan bahwa insidensi pre eklampsia meningkat 2 - 3 kali lipat pada nulipara berusia 40 tahun.(7)
2.3.5 Diabetes Mellitus
a. Diabetes Mellitus
Keadaan peningkatan glukosa dalam darah disertai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolik endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui placenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar glukosa dalam darah ibu.
Pengaruh diabetes mellitus pada kehamilan yaitu:
1) Dapat menimbulkan pre eklampsia / eklampsia
2) Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim terganggu (abortus, prematur, kematian janin dalam rahim atau setelah lahir, janin yang besar).
3) Dapat terjadi hidramnion (4).
b. Penyakit Ginjal
Penyakit ginjal yang dimaksud yaitu terjadinya proteinuria akibat peningkatan permeabilitas membran glumerulus. Penyakit ginjal yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah preloneffaritas. Preloneffaritas adalah radang saluran trabtus urinarius disertai kelainan koliks. Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomik ginjal yang sering menimbulkan gejala-gejala fisik dan kelainan hasil laboratoium. Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glumerulus berkurang, sehingga akibatnya terjadinya terjadilah retensi garam normal, sehingga menyebabkan diuresis menurun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguri / anuri. (4).
c. Hipertensi
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosa pre eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih.(4).
2.4 Gambaran Klinik Pre Eklampsia Berat
Ada dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria yang merupakan kelainan yang biasanya disadari oleh wanita hamil
2.4.1 Tekanan Darah
Tekanan darah timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain,untuk menegakkan diagnosa preeklampsia kenaikan sistolik harus 30 mmHg atau lebih atau lebih diatas takanan yang biasanya ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan naik 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih sehingga hasil pengukuran tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg merupakan gejala yang menandakan penderita telah mengalami berat badan(4).
2.4.2 Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan yang mendadak merupakan tanda khas pada preeklampsia, tetapi bukan peningkatan yang merata selama kehamilan. Peningkatan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan terjadi 1kg seminggu beberapa kali dan hal ini perlu kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia(7).
2.4.3 Proteinuria
Proteinuria merupakan konsistensi proteinuria dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/ liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan 1 atau 2+ atau 1 g/ liter atau lebih dalam air kencing. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari pada hipertensi dan kenaikan berat badan(4).
Diagnosa pre eklampsia ditegakkan berdasarkan adanya dari gejala yaitu:
a. Penambahan berat badan: bila terjadi kenaikan kg seminggu beberapa kali.
b. Oedema: terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.
c. Tekanan darah sistol > 160 dan diastol > 110 mmHg.
d. Oliguria (urin < 400 ml / 24 jam) e. Proteinuria > 3 gram per liter
f. Keluhan subjektif:
1) Sakit kepala difrontal
2) Gangguan penglihatan kabur
3) Nyeri daerah epigastrium
4) Mual atau muntah(4).
2.5 Penatalaksanaan Pre Eklampsia Berat
Upaya pengobatan ditunjukan untuk mencegah terjadinya kejang memulihkan organ vital pada keadaan normal dan melahirkan bayi dengan trauma yang sekecil-kecilnya. Penanganan penderita dapat dilakukan 2 cara yaitu: secara konservatif yaitu kehamilan dipertahankan dan secara aktif berarti mengakhiri kehamilan.
2.5.1 Penanganan Konservatif
Penanganan ini dilakukan bila:
a. Kehamilan < 35 minggu b. Tidak ada tanda-tanda impending eklampsia c. Keadaan janin baik. Apabila pemberian MgSO4 sebanyak 2 mg IV, dilanjutkan 2 gram per jam dalam dirp infus dextrosa 5% (500 ml) selama 6 jam, dapat dihentikan bila keadaan ibu sudah mencapai tanda-tanda pre eklampsia ringan, bila dalam 6 jam selama pengobatan terdapat peningkatan tekanan darah, maka terapi dianggap gagal dan lakukan penangan aktif (1). 2.5.2 Penanganan Aktif Penderita harus segera dirawat di rumah sakit, penderita ditangani secara aktif apabila ada tanda-tanda satu atau lebih kriteria dibawah ini: a. Kehamilan > 35 minggu
b. Ada tanda impending eklampsia
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Gawat janin atau pertumbuhan janin terhambat (1).
2.5.3 Cara Pemberian MgSO4
a. Dosis awal: MgSO4 8 gram diberikan secara IM (kemasan 40% dalam 20 cc larutan MgSO4)
b. Dosis pemeliharaan: MgSO4 4 gram diberikan secara IM setelah 6 jam sampai 12 jam post partum.
2.5.4 Syarat Pemberian MgSO4
a. Harus tersedia antodotum MgSO4 yaitu Ca gluconas 10% 1 gram dalam 10 cc aqua steril diberikan secara IV 3 menit dalam keadaan siap pakai).
b. Frekuensi nafas > 16x per menit.
c. Diuresis > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya
d. Refleks patella bagus atau positif (6).
2.6 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut dibawah ini biasanya tejadi pada pre eklampsia berat dari eklampsia.
2.6.1 Solutio Placenta, komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan ibu sering terjadi pada pre eklampsia.
2.6.2 Hipofibrinogenemia, pada pre eklampsia berat zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
2.6.3 Hemolisis, penderita dengan pre eklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau desktruksi sel darah marah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
2.6.4 Perdarahan otak, komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita pre eklampsia.
2.6.5 Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina.
2.6.6 Nekrosis hati, nekrosis periportal hati pada pre eklampsia dan eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriot umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga di temukan pada penyakit lain: kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzimnya.
2.6.7 Kelainan ginjal, kelainan ini berupa endotoliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus, ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan ini yang dapat timbul adalah anursia sampai gagal ginjal.
2.6.8 Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan fraktura, karena jatuh akibat kejang-kejang pneoumonia aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular Coojulati).
2.6.9 Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin(4).
2.7 Pencegahan Pre Eklampsia Berat
2.7.1 Pemeriksaan Antenatal
Pemeriksaan ANC yang rutin dan teratur dapat mendeteksi sedini mungkin terjadinya pre eklampsia, walaupun pre eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun kegawatan akan penyakit ini dapat dikurangi dengan pemberian konseling secukupnya dan pengawasan yang baik pada ibu hamil.
Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera apabila ditentukan.
Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
2.7.2 Pendekatan Nutrisi
Pendekatan nutrisi dapat diartikan sebagai memberikan memberikan konseling tentang diet makanan, seperti diet rendah garam, diet tinggi protein, diet rendah lemak, konsumsi suplemen kalsium dan juga jangan lupa menganjurkan untuk istirahat. Istirahat tidak selalu berarti berbaring ditempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.
2.7.3 Meningkatkan Pengetahuan Keluarga
Berikan penyuluhan atau konseling kepada klien dan keluarga tentang tanda-tanda pre eklampsia, sehingga diharapkan keluarga dapat mengambil keputusan secara dini (4).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif, metode penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan keadaan sebenarnya (objektif) didalam suatu komunitas di masyarakat. (3) Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan Cross Sectional yaitu suatu pendekatan penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dan efek diobservasi sekaligus dalam waktu bersamaan.(3). Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik dan hasil ibu preeklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten cirebon Periode Januari-juni tahun 2008..
3.2 Variabel dan Sub Variabel
3.2.1 Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan dan penyakit. (3)
3.2.1.1 Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat.(10) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pre eklampsia berat.
3.2.1.2 Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. (10) Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik ibu, diantaranya usia ibu, paritas,, umur kehamilan dan proses persalinan.
3.2.2 Sub Variabel
Sub variabel adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (11). Sub variabel dalam penelitian ini adalah usia, paritas, umur kehamilan dan proses persalinan.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti(10). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mengalami pre eklampsia berat di ruang Kebidanan BRSUD Waled Kabupaten Cirebon periode Januari -Juni tahun 2008 yaitu sebanyak 94 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Total sampling adalah bila semua anggota dijadikan sebagai sampel(11) yaitu sebanyak 94 orang yang mengalami preeklampsia berat.
3.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan format yang disusun untuk data-data yang dibutuhkan berdasarkan tujuan penelitian.
3.5 Uji Validitas dan Reabilitas
Karena penulis tidak menggunakan responden tetapi penulis menggunakan data sekunder maka uji validitas dan reabilitas tidak dilakukan.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sekunder yaitu pengumpulan data dari catatat atau dokumentasi ruangan Kebidanan dan rekam medik BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008.
3.7 Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisa Univariat
Data yang diolah selanjutnya secara univariat (deskriptif) yang menggambarkan angka kejadian pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon.
Adapun rumus yang digunakan adalah:
Keterangan:
P = Presentase
F = Frekuensi
N = Jumlah Responden
(11).
3.8 Waktu dan Tempat
3.8.1 Waktu
Penelitian ini dilakukan selama seminggu yaitu dari tanggal 21-26 pada bulan Juli tahun 2008.
3.8.2 Tempat
Penelitian ini dilakukan diruang kebidanan dan ruang rekam medik di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Selama penulis melakukan penelitian di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon dengan mengambil data dari tanggal 1 Januari sampai tanggal 31 juni 2008 atau selama 6 bulan, diperoleh hasil penelitian dengan data tersebut akan disajikan dalam bentuk diagram berikut ini :
Diagram 4.1 Angka Kejadian Pre Eklampsia Berat
Dari diagram diatas nampak bahwa dari 623 persalinan, diantaranya terdapat 94 kasus (15%) pre eklampsia berat dan 529 (85%) tidak mengalami pre eklampsia berat.
4.1.1 Faktor-Faktor Penyebab Pre Eklampsia Berat
4.1.1.1 Usia
Berdasarkan data 94 orang ibu yang mengalami pre eklampsia berat dapat digolongkan kedalam usia <15-19 tahun terdapat 7 orang (7,44%), usia 20-24 tahun trdapat 17 orang (18,08%), usia 25-29 tahun terdapat 20 orang (17,02%), usia 30-34 tahun terdapat 16 orang (17,02%), >35 tahun terdapat 34 orang (36,18%).
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Ibu Pre Eklampsia Berat Berdasarkan Usia di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008
KRITERIA HASIL (%)
15-1920-2425-2930-34> 35 717201634 7,4418,0821,2817,0236,18
Jumlah 94 100
Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kejadian pre eklampsia berat yang paling banyak ditemukan pada usia > 35 tahun yaitu 34 kasus (36,18%) dan paling sedikit pada usia 15-19 tahun yaitu sebanyak 7 kasus (7,44%).
4.1.1.2 Paritas
Dari hasil penelitian terhadap 94 orang ibu yang mengalami pre eklampsia berat diatas didapatkan data sebagai berikut: paritas 0 terdapat 33 kasus (35,11%), paritas 1-3 terdapat 41 kasus (43,62%), paritas terdapat 20 kasus (21,27%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Ibu Pre Eklampsia Berat Berdasarkan Paritas di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008
KRITERIA HASIL (%)
01-3> 4 334120 35,1143,6221,27
Jumlah 94 100
Dari tabel 4.2 diatas terlihat bahwa persentase kejadian pre eklampsia berat tertinggi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu 41 kasus (43,62%), sedangkan persentase kejadian terendah terjadi pada ibu dengan paritas > 4 yaitu 20 kasus (21,27%).
4.1.1.3 Umur Kehamilan
Dari hasil penelitian terhadap 94 orang ibu yang mengalami pre eklampsia berat diatas didapatkan data sebagai berikut: umur kehamilan 28-33 minggu terdapat 8 kasus (8,52%), umur kehamilan 34-36 minggu terdapat 10 kasus (10,63%), dan umur kehamilan >35 minggu terdapat 76 kasus (80.85%).
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ibu Pre Eklampsia Berat Berdasarkan Umur Kehamilan di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008
KRITERIA HASIL (%)
28-3334-36> 37 81076 8,5210,6380,85
Jumlah 94 100
Dari tabel 4.3 diatas terlihat bahwa kejadian ibu pre eklampsia berat paling banyak ditemukan pada umur kehamilan > 37 minggu terdapat 76 kasus (80,85%), dan paling sedikit terjadi pada umur kehamilan 28-33 minggu terdapat 8 kasus (8,52%).
4.1.2 Hasil Persalinan
4.1.2.1 Berat Badan Lahir
Hasil penelitian terhadap 94 orang ibu yang mengalami pre eklampsia berat diatas didapatkan data sebagai berikut: hasil persalinan dengan berat badan bayi antara 1000-1499 gram terdapat (1,06%), antara 1500-1999 gram terdapat 8 bayi (8,51%), antara 2000-2499 gram sebanyak 8 bayi (8,51%), dan lebih dari sama dengan 2500 gram sebanyak 77 bayi (81,92%).
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Pada Penderita Pre Eklampsia Berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008
KRITERIA HASIL (%)
500-9991000-14991500-19992000-2499> 2500 018877 01,068,518,5181,92
Jumlah 94 100
Dari tabel 4.4 diatas terlihat berat badan bayi dari ibu dengan pre eklampsia berat paling banyak ditemukan dengan berat badan lebih darii sama dengan 2500 gram yaitu sekitar (81,92%), dan sedikit ditemukan pada bayi dengan berat badan kurang dari 1500 gram dengan kejadian sekitar (1,06%).
4.1.2.2 Nilai APGAR
Hasil penelitian terhadap 94 orang ibu yang mengalami pre eklampsia berat diatas didapatkan data sebagai berikut: bayi dengan nilai APGAR 1-3 terdapat 5 bayi (5,32%), bayi dengan nilai APGAR 4-6 terdapat 30 bayi (31,92%) dan bayi dengan nilai APGAR 7-10 terdapat 59 bayi (62,76%).
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi nilai APGAR pada bayi dengan ibu pre eklampsia berat di BRSUD Waled tahun 2008
KRITERIA HASIL (%)
1-34-67-10 53059 5,3231,9262,76
Jumlah 94 100
Dari tabel 4.5 diatas terlihat bahwa bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan pre eklampsia berat pada umumnya memiliki nilai APGAR antara 7-10 sekitar (59%), tetapi banyak pula bayi lahir dengan nilai APGAR antara 4-6 sekitar (31,92%), sedangkan bayi lahir dengan nilai APGAR antara 1-3 hanya sebagian kecil saja dengan kejadian sekitar (5,32%).
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi berat bayi lahir dengan nilai APGAR di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008
BERAT BAYI LAHIR Nilai APGAR
1-3 4-6 7-10 Jumlah
n % n % n % n %
1000-14991500-19992000-2499> 2500 0104 01,0604,26 01420 01,064,2623,26 03254 03,202,1257,44 05678 05,326,3882,77
Jumlah 5 5,32 30 31,92 59 62,76 94 100
Ket: 8 Bayi lahir mati sehingga yang lahir hidup 86 bayi.
Dari tabel 4.6 diatas terlihat bahwa sekitar (57,44%) dengan berat bayi lahir lebih dari sama dengan 2500 gram kebanyakan memiliki APGAR 7-10, tetapi sekitar (26,60%) pada berat bayi lahir yang sama mengalami asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6 dan sedikit bayi yang mengalami asfiksia berat dengan nilai APGAR 1-3 terjadi pada bayi dengan berat badan bayi lahir yang sama yaitu sekitar (4,32%).
4.1.2.3 ProsesPersalinan
Dari hasil penelitian terhadap 94 orang ibu yang mengalami pre eklampsia berat diatas didapatkan data sebagai berikut: proses persalinan secara sepontan terdapat 78 orang ibu bersalin (82,98%), proses persalinan secara buatan baik secara SC terdapat 10 orang ibu bersalin (10,64%), dan VE terdapat 6 orang ibu bersalin (6,38%).
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Proses Persalinan Pada Penderita Pre Eklampsia Berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008
Pada diagram 4.7 diatas terlihat bahwa dari seluruh persalinan pada ibu pre eklampsia berat sebagian besar proses persalinan secara spontan terdapat 78 orang ibu bersalin secara spontan (82,98%), dan sebagian kecil proses persalinan ibu dengan pre eklampsia berat secara VE terdapat 6 orang ibu bersalin (6,38%).
4.2 Pembahasan
Berdasarkan deskripsi diatas, data menunjukan adanya korelasi sebab akibat yang positif antara faktor-faktor penyebab, proses persalinan dan hasil pensalinan pada kasus pre eklampsia berat yang terjadi di BRSUD Waled Kabupaten Cirebin pada periode Januari sampai Juni tahun 2008.
4.2.1 Angka Kejadian Pre Eklampsia Berat
Penelitian pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon dengan mengambil data dari tanggal 1 Januari sampai 31 Juni 2008 atau selama 6 bulan dengan menggunakan data sekunder (data yang telah ada) pada tahun 2008, ditemukan 8 kasus kematian (1,2%) dari 94 kelahiran dan terdapat 94 kasus dengan rata-rata sekitar (15%) ibu bersalin dengan pre eklampsia berat dari 623 ibu bersalin. Angka kejadian pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka kejadian pre eklampsia di Indonesia yang berkisar 3 sampai 5% dan angka dunia yang pada umumnya berkisar 5%.(4)
Seperti yang dikemukakan oleh Manuaba, bahwa kejadian pre eklampsia Berat sangat bervariasi disetiap negara, bahkan disetiap daerah. Berbagai faktor dapat mempengaruhi angka kejadian pre eklampsia berat ini.
4.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pre Eklampsia Berat
4.2.2.1 Usia
Berdasarkan tabel 4.1 perbadingan pada masing-masing kelompok usia penderita pre eklampsia berat terdapat paling rendah yaitu usia 15-19 tahun yaitu (7,44%), usia 20-24 tahun sebesar (18,08%), usia 25-29 tahun sebesar (21,28%) dan usia 30-34 tahun sebesar (17,02%), bila dibadingkan dengan kejadian pre eklampsia berat pada usia > 35 tahun keatas. Kejadian pre eklampsia tertinggi dalam penelitian ini berdasarkan kelompok umur terjadi pada usia > 35 tahun atau sebesar (36,18%). Hal ini disebabkan karena wanita yang lebih tua yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan peningkatan insidensi hipertensi kronis, sehingga akan menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita hipertensi yang diperberat oleh kehamilan.
Keadaan tersebut sesuai dengan teori WHO bahwa hubungan antara usia ibu dengan dengan kejadian pre eklampsia berat, salah satunya angka kejadian pada wanita hamil berusia diatas 35 tahun dan ditegaskan bahwa pre eklampsia hampir selalu merupakan penyakit nulipara. Meskipun pre eklampsia lebih sering didapatkan pada awal dan akhir reproduksi yaitu usia remaja dan usia diatas 35 tahun, namun pre eklampsia pada usia diatas 35 tahun biasanya menunjukkan hipertensi yang diperberat oleh kehamilan.
Hal ini sesuai dengan penelitian oleh spellacy bahwa pada wanita diatas 40 tahun, insidensi hipertensi karena kehamilan meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan wanita kontrol berusia 20-30 tahun. Hansen meninjau beberapa penelitian dan melaporkan peningkatan insidensi pre eklampsia 2-3 kali lipat pada nullipara yang berusia 40 tahun bila dibadingkan dengan yang berusia 25-29 tahun.
Pada tabel 4.1 ini terlihat bahwa distribusi kehamilan remaja (15-19 tahun) relatif kecil dibandingkan dengan usia reproduksi sehat yaitu sebesar 7,44%. Dilihat dari kejadian tersebut terdapat kesenjangan dengan teori yang menyebutkan bahwa kejadian preeklampsia cenderung meningkat pada kehamilan usia remaja. (4)
Kesenjangan teori ini kemungkinan lain karena perubahan pola hidup masyarakat dimana terdapat pergeseran nilai, budaya, pendidikan, pekerjaan, dan status sosial ekonomi. Dengan perubahan perubahan pola hidup masyarakat ini mengakibatkan wanita dapat menentukan keinginan untuk memperoleh pendidikan yang diinginkannya, pekerjaan serta status sosial ekonomi yang tinggi sehingga wanita tersebut dapat mendapatkan informasi khususnya tentang usia reproduksi sehat. Selain itu juga keberhasilan program KB khususnya program pendewasaan usia perkawinan juga sangat mempengaruhi.
Berdasarkan keadaan diatas maka upaya-upaya untuk merencanakan kehamilan dalam kurun waktu reproduksi sehat, pengawasan pada masa kehamilan dan pengolahan yang memadai dengan memperhatikan karakteristik penderita preeklampsia oleh pihak Rumah Sakit perlu mendapatkan dukungan positip, sehingga berdasarkan penelitian ini wanita hamil usia 35 tahun keatas perlu mendapatkan perhatian ekstra.
4.2.2.2 Paritas
Berdasarkan tabel 4.2 jumlah paritas pada kejadian pre eklampsia berat tertinggi terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu 41 kasus (43,62%), sedangkan kejadian terendah pre eklampsia berat terjadi pada ibu dengan paritas > 4 yaitu 20 kasus (21,27%).
Menurut Manuaba bahwa kejadian pre eklampsia banyak terjadi pada primigravida, terutama primigravida muda(2).
Analisa lebih mendalam yang dilakukan antara paritas dan umur ibu, diperoleh 29,80% penderita pre eklampsia berat dengan parita 1-3 pada usia 20-34 tahun (usia reproduksi sehat). Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada sehingga ada kesenjangan antara teori dan hasil penelitian, bahwa wanita yang berada pada awal usia reproduksi dianggap rentan untuk terjadi risiko pre eklampsia.
Hal ini sesuai dengan penelitian menurut sarwono bahwa Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal dan paritas 1 cenderung memiliki waktu lebih untuk mempelajari sesuatu sehingga memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan dengan paritas tinggi atau > 4.(11).
Pada tabel 4.2 ini terlihat distribusi paritas > 4 relatif kecil dibandingkan dengan paritas 2-4 yaitu 41(43,62%) yang merupakan paritas paling aman. Dilihat dari kejadian tersebut terdapat kesenjangan dengan teori yang ada bahwa kejadian pre eklampsia berat cenderung banyak terjadi pada primigravida, terutama primigravida muda. Hal ini dikarenakan aktifitas atau kegiatan ibu pada paritas 2-4 relatif tinggi yaitu meliputi kegiatan di rumah tangga atau pun diluar (pekerjaan) bisa mempengaruhi.
4.2.2.3 Umur Kehamilan
Sebagian besar kejadian pre eklampsia berat ditemukan umur kehamilan > 37 minggu yaitu 76 kasus (80,85%).
Pre eklampsia sering kali berhubungan dengan kejadian persalinan preterm akibat harus dilakukannya pengakhiran kehamilan tanpa memandang umur kehamilan. Karena tindakan untuk menyembuhkan pre eklampsia berat adalah persalinan bayi.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa kejadian preeklampsia berat banyak terjadi pada umur kehamilan 37-42 minggu. Salah satu pengobatan yang tepat untuk preeklampsia adalah pengakhiran kehamilan, dalam hal ini perlu diamati keadaan janian, perlu diperhatikan bahwa induksi persalinan dini akan merugikan karena bahaya prematuritas. Tetapi sebaliknya induksi yang terlambat dengan adanya insufiensi placenta akan menyebabkan kematian janin intra uteri. Bila keadaan janin baik ditunggu sampai kehamilan cukup bulan atau lebih dari 37 minggu baru dilakukan induksi untuk pengakhiran kehamilan(6).
4.2.3 Hasil Persalinan
4.2.3.1 Berat Badan Bayi Lahir
Berdasarkan tabel 4.4 dari 94 kasus ibu pre eklampsia berat terdapat 77 kasus (81,92%) dapat melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari sama dengan 2500 gram, dan hanya sedikit sekali yang melahirkan dengan berat badan lebih kurang 1500 gram yaitu terdapat 17 bayi (1,06%).
Hal ini menunjukan bahwa kecil sekali pengaruh pre eklampsia berat dengan berat badan <2500 gram. Ini mungkin dikarenakan, kualitas yang baik sebelum persalinan dan asupan gizi yang baik bagi perkembangan tumbuh bayi pada rahim. Ini juga tidak terlepas dengan banyaknya fasilitas rumah sakit dan puskesmas dan kesadaran pada ibu untuk memeriksa perkembangan bayinya dalam rahim. Berdasarkan kejadian tersebut hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada ibu dengan pre eklampsia berat akan mengalami perubahan perfusi darah interoplasenta, selain itu juga ada yang menggambarkan bahwa kejadian bayi yang berat badan < 2500 gram pada pre eklampsia sesuai dengan patofisiologi preeklampsia diantaranya teori iskemia regio interoplasenta, bahwa pada pre eklampsia terjadi invasi sel trofoblas hanya sebagian pada arteri spiralis didaerah endometrium - desidua. Akibatnya terjadi gangguan fungsi plasenta karena sebagian besar arteri spiralis di daerah miometrium tetap untuk nutrisi dan O2. Berdasarkan hal diatas akan mengakibatkan insufisiensi plasenta, hipoksia sehingga terjadi pertumbuhan janin terhambat dan sering terjadi kelahiran prematur akibat indikasi yang membahayakan ibu(1). 4.2.3.2 Nilai APGAR Berdasarkan tabel 4.5 sekitar 62,76% bayi yang dilahirkan oleh ibu pre eklampsia berat pada umumnya memiliki nilai APGAR antara 7-10 dengan kata lain nilai APGAR baik (tidak memgalami asfiksia) dari hanya 5,32% saja bayi lahir yang mengalami asfiksia berat dengan nilai APGAR 1-3. Oleh karena itu pre eklampsia berat tidak memiliki pengaruh yang cukup besar pada kualitas bayi hasil persalinan. Dari 76 kelahiran hidup diantaranya 35 bayi mengalami asfiksia (37,24%) dengan rincian 5 bayi (5,32%) asfiksia berat dan 30 bayii (31,92%) asfiksia ringan atau sedang. Hal ini disebabkan karena penyebab kematian janin pada ibu dengan preeklamsia berat terjadi akibat perubahan perfusi darah uteroplasenta, yang akan mengakibatka hipoksia jani dan pada saat lahir bayi akan mengalami asfiksia. Dan apabila berat bayi dihubungkan dengan nilai APGAR-nya diperoleh hasil dari 94 bayi, terdapat 5 bayi (5,32%), yang menglami asfiksia berat (APGAR 1-3) terjadi pada bayi denagn berat lahir 1500-2499 gram (5,32%), sedangkan bayi yang mengalami asfiksia ringan terjadi pada bayi dengan berat lahir yang sama terdapat 30 bayi (31,92%). Keadaan ini disebabkan karena pada bayi yang berat < 2500 gram (prematur) paru-paru belum berfungsi secara sempurna, sehingga mengakibatkan asfiksia neonatorum sehingga nilai APGAR rendah. Keadaan ini sesuai dengan teori bahwa pada bayi prematur, sistem dan struktur organ tubuh masih muda sehingga belum dapat berfungsi secara optimal serta belum terjadinya maturitas paru-paru janin yang belum sempurna bentuknya zat surfaktan, yang mengakibatkan asfiksia neonatorum, dimana bayi lahir dengan nilai APGAR yang rendah. 4.2.2.4 Proses Persalinan Berdasarkan diagram 4.7 proses persalinan pada ibu pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon pada periode Januari sampai Juni tahun 2008 paling banyak persalinan dilakukan secara spontan sekitar 82,98%, dan hanya sekitar 6.38% saja yang dilakukan secara VE. Sebenarnya tidak ada teori yang menentukan bahwa pada penderita pre eklampsia berat harus dengan satu cara persalinan, melainkan cara persalinan tergantung pada keadaan ibu dan janin. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pre eklampsia sedang sampai berat yang tidak membaik dengan perawatan di Rumah Sakit biasanya disarankan untuk pengakhiran kehamilan demi kebaikan ibu dan janin. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon, dengan mengambil data dari tanggal 1 Januari - 31 Juni 2008 atau selama 6 bulan diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut: 5.1.1 Dari 623 persalinan diataranya terdapat 94 kasus (15%) mengalami pre eklampsia berat dan 529 (85%) tidak mengalami pre eklampsia berat. 5.1.2 Faktor penyebab terjadinya pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008, berdasarkan usia ibu diantaranya 34 orang (36,18%) dengan usia > 35 tahun.
5.1.3 Faktor penyebab terjadinya pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008, berdasarkan paritas yaitu terdapat 41 orang (43,62%) dengan dengan paritas 1-3 kali.
5.1.4 Faktor penyebab pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008, berdasarkan umur kehamilan yaitu terdapat 76 orang (80,85%) dengan umur kehamilan >37 minggu.
5.1.5 Proses persalinan ibu dengan pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008, terdapat 78 orang (82,98%) dilakukan secara spontan.
5.1.6 Hasil Persalinan
5.1.6.1 Berat Badan Bayi Baru Lahir
Berat badan bayi baru lahir dengan ibu bersalin dengan pre eklampsia berat di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008, yaitu terdapat 77 bayi (81,92%) dengan berat badan >2500 gram.
5.1.6.2 Penilaian Awal Pada Bayi (APGAR)
Nilai apgar di BRSUD Waled Kabupaten Cirebon tahun 2008,berdasarkan masing-masing usia didapatkan 59 bayi (62,76%) yang nilai apgarnya 7-10 dan 5 bayi (4,26%) yang nilai apgar 1-3 atau yang mengalami asfiksia berat.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Ibu
Diharapkan agar setiap ibu dapat mengatur usia kehamilan dan mengikuti program KB demi kesejahteraan hidup dan melakukan pemeriksaan meliputi kunjungan antenatal care secara rutin dan berkala untuk memantau dan mengetahui kondisi ibu dan janinnya.
5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan BRSUD Waled Kabupaten Cirebon
Tenaga kesehatan perlu ditingkatkan melalui upaya preventif seperti meningkatkan pemahaman ibu dalam merencanakan kehamilan melalui program KB sehingga dapat memperkecil jumlah paritas serta kehamilan diatas umur 35 tahun.
5.2.3 Bagi Peneliti Lain
Semoga penelitian ini menjadi gambaran untuk melakukan penelitan berikutnya dan dapat dilakukan oleh peneliti lain dalam bentuk penelitian analitik.
1 comment:
maav, ini sapa yg melakukan penelitian yah???
Post a Comment