Pada Kesempatan kali ini Kami akan mengangkat biografi sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Seorang sahabat Nabi yang mula-mula masuk Islam, di kala orang lain masih meragukan risalah Nabi. Dan beliau pula yang paling percaya akan peristiwa Isra Mi'raj Nabi, dikala orang lain mendustakan dan menentangnya.
Melalui Beliau pula, banyak perjuangan kaum muslimin yang mencapai kemenangan dan kesuksesan yang terang benderang. Seluruh harta dan jiwanya dikorbankan untuk kemajuan Islam. Beliau pula orang yang paling dekat dengan Rasulullah SAW. Baiklah, untuk lebih menyingkatkan kata, langsung kita simak saja ulasan berikut.
A. Abu Bakar sebelum masuk Islam
Abu Bakar bernama asli Abdullah bin Usman bin Amir. Ia dilahirkan pada tahun 573 M dari seorang ayah yang bernama Quhafah dan seorang ibu yang bernama Umul Khair Salman binti khair. Nama Abu bakar merupakan nama kinayahnya karena ia adalah orang yang pertama kali masuk islam yang diambil dari bahasa arab bukron yang artinya pagi-pagi adapun gelar Ash-shiddiq didapatkannya karena ia adalah orang yang membenarkan peristiwa isra mi’raj Nabi Muhammad Saw.
Sebelum masuk islam, Abu Bakar adalah seorabg pedagang. Setelah masuk islam, ia begitu cepat menjadi anggota yang paling menonjoldalam jamaah islam setelah Nabi. Ia terkenal karena keteguhan pendirian, kekuatan iman, kesetiaan, dan kebijakan pendapatnya. Kalaupu ia hanya sekali dua kali diangkat sebagai panglima perang tidak seperti Ali bin Abi thalibyang sanga lincah dalam memimpim peperangan , halitu barang kali disebabkan Nabi menghendaki agar Abu bakar mendampinginya untuk bertukar pendapat atau berunding.
B. Sistem Pengangkatan Abu Bakar
Dengan wafatnya Nabi Muhammad pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H bertepatan dengan 3 juni 632 M maka berakhirlah situasi yang sangat unik dalam sejarah umat islam, yakni kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan temporal yang berdasarkan kenabian yang bersumber dari wahyu ilahi, kewafatan Nabi membawa masalah yang sangat pelik bagi umatnya , sementara beliau tidak wasiat tentang siapayang akan menggantikannya sebagai pemimpin umat. Dalam Al-quran dan sunah tidak terdapat tuntunan tentang bagaimana cara menentukan pimpinan mereka, yaitu siapa yang berhak menggantikan kedudukan nabi Muhammad sebagai penerus perjuangan islam.
Adapun sistem pengangkatan Abu bakar sebagai khalifah pertama itu melalui pemilihan yang terjadi secara darurat yaitu dalam suatu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Nabi wafat dan sebelum jenazah beliau damakamkan.
Ketika sebagian para sahabat merundingkan proses pemakaman Nabi Muhammad, Umar bin Khatab mendengar bahwa kelompok golongan Anshar sedang melakukan pertemuan di Saqifah Bani Sa’idah di Madinah untuk mengangkat Sa’ad bin Ubadah, seorang tokoh Anshor dari suku Khazraj, untuk menjadikan khalifah. Setelah Umar mendengar hal tersebut Umar datang menemui Abu Bakar untuk keluar, semula Abu Bakar menolak karena beliau sedang sibuk mempersiapkan pemakaman Nabi, tetapi beliau akhirnya memenuhi panggilan Umar, segera beliau datang ke Saqifah Bani Sa’idah bersama dengan Abu Ubaidah bin Jarrah seorang senior dari muhajirin.
Setelah mereka datang kesana telah terjadi pertempuran sengit antara golongan Anshar dan golongan Muhajirin, masing-masing merasa berhak untuk menggantikan kedudukan sebagai khalifah Nabi dengan memgajukan berbagai argumen dan jasa masing-masing terhadap islam.
Golongan anshar yang diwakili oleh Sa’ad bin Ubadah berpidato mengajukan argumentasi tentang keutamaan dan peranan golonhan Anshar dalam
membela perjuangan Rasulallah, sehingga Rosul berhasl menaklukan Makkah dan menyebarkan islam diseluruh semenanjung Arabia, yang tiada lain itu berkat pertolongan kaum Anshar, karena itu sangat layak bahwa kekhalifaan menjadi hak golongan ini. Mendengar pidato tersebut kaum anshar mengusulkan Sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah.
Kaum Muhajirin juga mengajukan argmentasi bahwa merekalah yang pertama-tama mendukung perjuangan Rasulallah sehinggaislam berkembang dari jumlah yang sangat kecil menjadi kekuatan yang besar. Golongan ini yang mengajukan argumentasi bahwa Nabi pernah bersabda”Pemimpin itu dari golongan Quraisy” serta perinah nabi kepda Abu Bakar untuk menjadi imam pada pelaksanaan shalat berjamaah. Argumentasi Muhajiri yang menghubungkan kapada Nabi Muhammad berhasil bukan saja menutup kesempatan golongan Anshar, tetapi juga diterima sebagai ajaran politik ajaran islam sampai beberapa abad kemudian.
Ada salah seorang dari golongan Anshar yang mengusulkan untuk mengajukan masing-masing satu pemimpin, tetapi hal tersebut tidak disetujui oleh para sahabat, terutama oleh Umar bin Khattab dengan Abu Ubaidah sebagai pemimpin yang dipilih sebagai pemimpin untuk dipilih sebagai khalifah Umar tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, ia bergarak dan menghampiri Abu Bakar untuk membai’atnya sebagai khalifah Rasulallah dan menyatakan kesetiaanya kepadanya, lalu umar mengajukan argumentasi bahwa Abu Bakarlah yang layak untuk dipilih karena ia adalah orang yang menemani Rasul dalam gua Tsur dan yang ditunjuk oleh Rasul sebagai pengganti imam shalat berjamaah.
Bai’at Umar merupakan titik awal dari sebuah perjalanan suksesi dalam masyarakat islam, karena bai’at tersebut diikuti oleh para hadirin yang berada di Saqifah Bani sa’idah baik dari golongan Muhajirin maupun dari golongan Anshar. Pembai’atan tersebut diikuti dengan bai’at umum, sebagai legalisasi rakyat terhadap Abu Bakar.
Abu Bakar terpilih sebagai pengganti Rasulallah dan dibai’at oleh seluruh umat. Keluarga dekat rasulallah tidak mengikuti prosesi suksesi kepemimpinan itu karena sibuk mengurusi janazah dan penguburan Nabi. Bahkan Ali baru menyatakan bai’atnya sesudah istrinya, fatimah wafat, lebih kurang 75 hari sesudah Nabi wafat namun demikian Abu Baakar tidak melihat dan mengalami oposisi terbuka dan yang lebih berarti terhadap keabsahan kepemimpinannya baik Ali bin Abi Thalib r.a maupun dari keluarga dekat Nabi yang lain.
Sewaktu Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, sebagai pengganti Nabi mengepalai negara Madinah.
C. Pengembangan, pembangunan dan perluasan wlayah
Kepemmpinan Abu Bakar dimulai setelah dilakukan dua bai’at (sumpah seti) pertam, bai’at dilakukan olh kalangan terkemuka dari kalangan Muhajirin dan Anshar di Saqifah Bani Sa’idah; kedua, bai’at umum yang dilakukan oleh umat islam yang hadir di masjid.
Di awal kepemimpinan, Abu Bakar dihadapkan pada ikhtilaf antara dirinya dengan Fatimah, putri Rasullah. Dan Ali bin Abi Thalib mengenai warisan Nabi. Oleh karena itu, Fatimah tidak dapat memperoleh harta peninggalan dari Nabi. Dan Ali bin Abi Thalib tidak membai’at Abu Bakar kecuali setelah isrtinya, Fatimah meninggal dunia. Selama memimpin umat islam, Abu Bakar dihadapkan kepada beberapa persoalan keagamaan dan kenegaraan.
a. Penolakan Zakat
Suku atau kabilah yang menolak zakat adalah Abs dan Sufyan. Penolakan mereka menurut Muhammad Husain Haikal kemungkinan didasarkan pada dua alasan: kikir atau karena mereka mengannggap bahwa zakat merupakan upeti yang tidak berlaku lagi ketika Nabi wafat. Disamping itu, mereka juga menunjukan sikap politik pembangkangan, yaitumereka menyatakan tidak tundak lagi kapada Abu Bakar. Jadi, penolakan pembayaran zakat merupakan symbol ketidak tundukan secara politik. Abu Bakar dihadapkan pada situasi sulit, dan akhirnya dadakan musyawarah yang dihadiri para sahabat besar untuk mengatasi para pembangkang. Dalam musyawarah tersebut muncul dua pendapat: pertama, membiarkan mereka dan diharapkan dapat membantu umat islam dalam menghadapi musuh lain dan berarti mentolelir pembangkangan; kedua, memerangi mereka berarti tidak mentolelir pembangkangan dan sekaligus menambah musuh umat islam. Umar cenderung untuk tidak memerang mereka; sedangkan Abu Bakar bersikukuh akan memerangi mereka. Kabilah Abs, Zufyan, Banu Kinanah, Gatafan, dan Fazarah mengutus utusan kepada Abu Bakar dengan mengatakan bahwa kami akan melaksanakan shalat tapi tidak akan menunaikan zakat. Abu Bakar menjawab bahwa ia akan memerangi siapapun yang tidak menunaikan zakat.
b. Memerangi kemurtadan
kepribadian Nabi Muhannad yang dinamis menyebabkan seluruh bangsa arab bersatu. Di samping itu, banyak suku Arab yang menganggap bahwa persetujuan mereka dengan Nabi sebagai persetujuan pribadi yang berakhir dengan wafatnya Nabi. Segara setelah kabar tentang wafatnya Nabi telah sampai ke luar negeri, unsure-unsur yang tidak mau nurut mulai bangkit. Sejumlah suku mulai melepaskan diri dari kekuasaan Madinah dan menolak perintahnya. Sebagian di antara mereka bahkan menolak islam, hal itu merupakan hal yang gawat. Islam tidak pernah masuk ke dalam hati orang-orang badui.
Bertambahnya orang yng masuk islam setelah takluknya Mekkah begitu cepat sehingga Nabi mampu berbuat banyak untuk mengajari orang-orang yang baru masuk islam. Beliau hanya mampu menghimpun orang-orang inti yang berpengalaman yang benar-benar telah mengerti prinsip-prinsip revolusi, tetapi tempat-tempat yang jauh di Arabia itu tidak bisa segara dididik karena Nabi tidak hidup cukup lama untuk membuat persiapan-persiapan yang perlu. Secara fisik tidaklah mungkin, di dalam waktu beberapa bulan setelah penaklukan Mekkah Nabi dapat mengatur pendidikan atau latihan bagi masyarakat-masyarakat yang terpencar di seluruh wilayah yang luas. Orang-orang yang datang kepada Nabi sebagai utusan suku-suku padang pasir yang jauh ini, membawa pulang kesan yang mendalam tentang islam, tetapi mereka hanyalah setitik air di samudra. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa setelah wafatnya Nabi mereka melepaskan diri dari kekuasaan islam.
Secara politik, suatu pemerintah yang terpusat, yang menuntut dan menerima kesetiaan orang-orang, belum dikenal di Arabia, yang suku-sukunya hidup dalam kebebasan yang sempurna. Lebih-lebih, suku-suku Arab benci terhadap Madina, ibu kota imperium islam pada waktu itu. Kepemimpinan Madinah jadi tek tertahankan oleh semangat gegas suku-suku Arab.
Bangsa Arab tidak bisa menyesuaikan diri dengan aturan-aturan moral islam yang kers itu, prinsip-prinsip yang kuat yang didukung oleh islam dan ketaatan terhadap upacara-upacara agama, seperti shalat lima waktu, ibadah puasa di bulan Ramadhan, pembayaran zakat, larangan meminum khamer dan berjudi, serta ikatan-ikatan perkawinan, sungguh sangt membantu orang Arab yang berpikik bebas, yang hany adiam takut kepada Nabi.
Banyak calon baru untuk kenabian yang, karena menganggap jabatan kenabian itu sangat menguntungkan, menyatakan diri sebagai nabi dan menarik hati orang-orang dengan membebaskan prinsip-prinsip moral dan upacara agama, seperti menyatakan minum-minuman keras dan berjudi adalah halal, pelksanaan shalat mereka dikurangi, puasa ramadhan dihapuskan sama sekali, pembatasan-pembatasan dalam perkawinan ditiadakan, dan pembayaran zakat dijadikan suka rela.
c. Nabi Palsu dan Riddat
Pada zaman kepemimpinan Abu Bakar terdapat sejumlah umat islam yang melakukan pelanggaran agama dengan mengaku sebagai nabi seperti Musailamah al-kadzadzab (Musailamah sang pembohong) dan beberapa suku yang murtad.sejumlah negeri yang penduduknya myrtad dijadikan sasaran oleh Abu Bakar dalam rangka mengembalikan mereka kepada islam: Ikrimah ibn Jahl diutus ke Aman, Almuhajir ibn Abi Umayah diutus ke Nujair, dan Ziad ibn Lubaid diutus kebeberapa daerah yang terdapat orang yang murtad. Disamping itu, Abu Bakar juga telah memperluas wilayah dengan menaklukan Irak dan Syam; dan bahkan sudah mulai bertempur melawan Byzantium(Romawi).
Khalifah Abu Bakar telah meletakan peraturan berperang yang dijadikan pegangan bagi para perwira militer dan pejabat lainnya. Diantara peraturan tersebut adalah:
a. Orang Tua, wanita, dan anak-anak tidak boleh dibunuh
b. Biarawan tidak boleh dianianya dan tempat ibadah nereka tidak boleh dirusak
c. Mayat yang gugur tidak boleh dirusak
d. Pohon-pohon tidak boleh ditebang, hasil panen tidak boleh dibakar, dan tempat tinggal tidak boleh dirusak.
e. Perjanjian-perjanjian dengan agama lain harus dihormati
f. Orang-orang yang menyerah harus diberi hak yang sama dengan hak-hak penduduk islam.
d. Pembagian Wilayah
Pada masa kepemimpinan Abu Bakar, perluasan wilayah telah dilakukan dan disetiap wilayah dibentuk semacam gubernur(penguasa daerah)yang memerintah pada wilayah tertentu yang disertai dengan pasukan perang.pada akhir tahun 12 H., Abu Bakar memilih empat panglima terbaik untuk memerintah didaerah:
a. Anr ibn Al-ash dikirim dan memeerintah di Palestina
b. Yazid ibn Abi Sufyan dikirim dan memerintah di Damaskus
c. Abu Ubaidah ibn Al-jarah dikirim dan memerintah di Himsh
d. Syurahbil ibn Hasnah dikirim dan memerintah di Ardan.
Pada zaman khalifah Abu Bakar telah ada tiga gelar kepemimpinan yang didasarkan pada cakupan wilayah. Pemimpin polotik umat islam tertinggi disebut khalifah. Pemimpin wilayah disebut wali dan amir. Tidak terdapat penjelasan yang rinci mengenai perbedaan wilayah dipimpin oleh wali dan amir.
e. Pengumpulan Mushhaf Al-quran
Perang Yamamah merupakan perang dalam mengatasi oramg-orang murtad yang menghawatirkan Umar. Ia khawatir karena dalam perang yamamah terdapat 12000 tentara islam yang gugur syahid dan 39 orang diantaranya adalah sahabat besar yang hafal al-quran. Kekhawatiran Umar mendorng dirinya untuk memberikan usul kepada khalifah Abu Bakaragar mengumpulkan Al-quan dengan alasan bahwa dengan wafatnya para penghafal Al-quran, berarti pelestarian Al-quan telah rusak dan penyelamatannya adalah dengan menilis dan mengu,pulkan mshhaf.
Perdebatan terjadi antara Umar dengan Abu Bakar. Umar bertahan dengan argumennya, Abu Bakar pada awalnya menolak gagasan tersebut dengan alasan pengumpulan Al-quran tidak dilakukan oleh Nabi. Perbedaan antara Umar dan Abu Bakar diatasi oleh Zaid ibn Stabit dengan menyetujui gagasan Umar yakni mengumpulkan Al-quran.
Kelebihan pengumpulan Al-quran pada fase ini terletak pada dua peristiwa: pertama, pada waktu itu ditemukan ayat Al-quran yang hanya ada di tangan Khuzaimah ibnStabit al-Anshari yang tidak terdapat dalam tulisan ulama yang lain, yaitu QS. At-taubah (9): 128-129, kedua, ditemukannya QS. Al-ahzab (33): 23 yang juga hanya ada di tangan Khuzaimah.
Lembaran-lembaran yang berisi tulisan Al-quran yang telah dikumpulkan, disimpan di sisi Abu Bakar hingga beliau wafat. Menurut Abu Abdullah al-janjani pengumpulan Al-quran pada zaman Abu Bakar dilakukan dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-quran yang ditulis di tulang, pelepah kayu, dan bebatuan kemudain disalin oleh Zaid ibn Stabit di atas kulit hewan yang telah disamak.
Abu Bakar jatuh sakit dalam musim panas tahun 534 M, dan selama 15 hari ia berbaring di tempat tidur. Khalifah ingin sekali memyelesaikan masalah penggantian dan mencalonan seoarang pengganti, kalau-kalau hal itu akan melibatkan rakyatnya ke dalam suatu perang saudara. Meskipun dari pengalamannya Abu Bakar benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun kecuali Umar bin khattab yang dapat mengambil tanggung jawab kekhalifaan yang berat itu, karena masih ingin menggembleng pendapat umum, dia bermusyawarah dengan para sahabat yang terpandang.
Thabari menulis bahwa Abu Bakar naik ke tas balkon rumahnya dan berbicara kepada banyak orang yang berkerumun di bawah dan berkata “Apakah kalian akan menerima orang yang saya calonkan sebagai pengganti saya?” kata khalifah” Saya bersumpah bahwa saya melakukan yang terbaik dalam hal ini, dan saya telah memilih Umar bin Khattab sebagai pengganti saya.”mereka semua berkata serempak “kami telah mendengar anda dan kami akan mentaati anda.”
Kemudian ia memanggil Umar dan mendiktekan teks perintah yang menunjukan Umar sebagai penggantinya. Ia meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus 624 M. shalat jenazah dipimpin oleh Umar, dan ia dikuburkan di rumah Aisyah di samping makam Nabi. Ia berusia 63 tahun ktika meninggal dunia, dan kekhalifahannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan dan 11 hari.
No comments:
Post a Comment