Judul : Kereta Api di Priangan Tempo Doeloe
Penulis : Sudarsono Katam
Penerbit : Pustaka Jaya
Cetakan : I, 2014
Tebal : 179 hlm
ISBN : 978-979-419-7430-10
Kereta Api adalah sebuah sarana transportasi masal jarak jauh pertama yang ada di dunia. Pertama kalinya kereta api komersial beroperasi di Inggris tahun 1830 pada lintasan Liverpool-Manchester. Tiga puluh tujuh tahun kemudian, sekitar tahun 1867 dimulailah sejarah perekeretaapian di Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda.
Sejarah Kereta Api Indonesia dicatat bahwa pencangkulan secara simbolis jalur rel kereta api pertama dilakukan pada 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Lajw Baron Sloet va Beele, tiga tahun kemudian, pada tanggal 10 Agustus 1867 untuk pertama kalinya di Indonesia resmi dioperasikan angkutan penumpang kereta api dari Stasiun Samarang menuju Tangoeng (Tanggung) sepanjang 25 kilometer. Setelah itu jalur-jalur kereta api baru mulai dibangun di beberapa wilayah mulai dari Pulau Jawa dan terus menyebar ke pulau-pulau lain di Indonesia
Buku ini secara khusus memberikan informasi dan foto-foto bagaimana kereta api mulai dibangun di wilayah Priangan dan perkembangannya di era kolonialisme beserta jejak-jejak peninggalan jalur dan stasiun kereta yang masih ada hingga kini.
Buku yang terbagi dalam delapan bab ini memulai pembahasannya dari bab Pembentukan Karesidenan Priangan mulai dari jaman kerajaan Galuh, Mataram, VOC, hingga jaman pemerintahan kolonialisme Belanda. Kemudian di bab selanjutnya dibahas mengenai Sejarah Singkat Kereta Api di dunia dan Perkeretaapian di Jawa. Bab berikutnya membahas Perkeretaapian di Priangan yang memulai layanan kereta api pada 1881. Di bagian ini penulis menyajikan data beserta foto dari semua jalur yang ada di wilayah ini antara lain jalur kereta api Bogor, Sukabumi, Ciamis, Purwakarta, Bandung, Tasikmalaya, Banjar, dll.
Selanjutnya buku ini juga menyajikan bab berjudul Lokomotif Kereta Api dan Gerbong Kereta Api yang membahas mengenai tipe dan bentuk lokomitif dan gerbong kereta api tempo doeloe. Lalu ada pula bab khusus mengenai Kereta Api Cepat Vlugge Vier yang menghubungkan antara Batavia dengan Bandung dan beberapa tujuan lain di wilayah Priangan. Kereta api cepat yang mulai dioperasikan tahun 1934 ini menjalani lintasan Batavia - Bandung dengan jarak 175 km dalam waktu tempuh 2 jam 45 menit. Kecepatan rata-rata Vlugge Vier adalah 63,6 km/ jam dengan waktu perhentian selama 1 menit di 3 stasiun (Karawang, Cikampek, Purwakarta) yang dilewatinya.Sayangnya di bagian ini tidak ada foto KA Vlugge Vier kecuali foto jadwal perjalanan kereta apinya saja.
Perayaan 50 Tahun Kereta Api di Priangan juga mendapat porsi khusus di buku ini. Perayaan meriah memperingati 50 tahun (1875-1925) kiprah perusahaan kereta api Staadsspoor En Tramwegen (SS) di Hindia Belanda dilaksanakan di berbagai kota di tempat beroperasinya SS. Acara peringatan di Bandung termasuk yang paling meriah, hal ini tampak dari foto-foto yang tersaji di bagian ini yang menampilkan foto-foto yang menampilkan pawai kendaraan, pertunjukan sandiwara, dan pawai obor.
Stasiun Kereta Api tempo doeloe ternyata tidak hanya berfungsi sebagai tempat bermula dan pengentian jalur kereta api seja namun juga dimanfaatkan sebagai Kantor Pos. Di bab yang diberi judul Kantor Pos di Stasiun Kereta Api dijelaskan bahwa Pendirian kantor pos di stasiun kereta api di Hindia Belanda mulai dilakukan pada tanggal 1 Januari 1883. Uniknya pengangkutannya ke dalam kereta tidak dilakukan saat saat kereta berjalan dengan menggunakan sistem pengait yang diletakkan di atas tiang. Pengambilan kantong surat ke dalam kereta maupun penurunan kantong surat dilakukan tanpa penghentian kereta api, kecuali pada stasiun yang memang dijadwalkan kereta api berhenti. Setelah kantong surat diambil maka surat-surat tersebut diproses dalam sebuah gerbong kantor pos yang ada dalam rangkaian kereta api tersebut.
Bab terakhir buku ini yang diberi judul Sekilas dalam Kenangan mengetengahkan tentang sisa-sisa peninggalan stasitun dan jalur kereta api yang kini sudah tidak aktif. Dalam bab ini disebutkan bahwa sarana perekeretaapian di Priangan memiliki beberapa keunikan antara lain jalur kereta yang mempunyai terowongan kereta api terbanyak di Pulau Jawa, terowongan kereta api terpanjang di Pulau Jawa (Terowongan Wilhelmina di jalur Parigi-Banjar, 1,116 km), stasiun kereta api yang letaknya tertinggi di Pulau Jawa (Stasiun KA Cikajang, 1,24 km dari permukaan laut), dan jembatan kereta api terpanjang di Priangan (Jembatan kereta api Cikacepit pd jalur Banjar-Perigi, 1,25 km)
Penulis : Sudarsono Katam
Penerbit : Pustaka Jaya
Cetakan : I, 2014
Tebal : 179 hlm
ISBN : 978-979-419-7430-10
Kereta Api adalah sebuah sarana transportasi masal jarak jauh pertama yang ada di dunia. Pertama kalinya kereta api komersial beroperasi di Inggris tahun 1830 pada lintasan Liverpool-Manchester. Tiga puluh tujuh tahun kemudian, sekitar tahun 1867 dimulailah sejarah perekeretaapian di Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda.
Sejarah Kereta Api Indonesia dicatat bahwa pencangkulan secara simbolis jalur rel kereta api pertama dilakukan pada 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Lajw Baron Sloet va Beele, tiga tahun kemudian, pada tanggal 10 Agustus 1867 untuk pertama kalinya di Indonesia resmi dioperasikan angkutan penumpang kereta api dari Stasiun Samarang menuju Tangoeng (Tanggung) sepanjang 25 kilometer. Setelah itu jalur-jalur kereta api baru mulai dibangun di beberapa wilayah mulai dari Pulau Jawa dan terus menyebar ke pulau-pulau lain di Indonesia
Buku ini secara khusus memberikan informasi dan foto-foto bagaimana kereta api mulai dibangun di wilayah Priangan dan perkembangannya di era kolonialisme beserta jejak-jejak peninggalan jalur dan stasiun kereta yang masih ada hingga kini.
Buku yang terbagi dalam delapan bab ini memulai pembahasannya dari bab Pembentukan Karesidenan Priangan mulai dari jaman kerajaan Galuh, Mataram, VOC, hingga jaman pemerintahan kolonialisme Belanda. Kemudian di bab selanjutnya dibahas mengenai Sejarah Singkat Kereta Api di dunia dan Perkeretaapian di Jawa. Bab berikutnya membahas Perkeretaapian di Priangan yang memulai layanan kereta api pada 1881. Di bagian ini penulis menyajikan data beserta foto dari semua jalur yang ada di wilayah ini antara lain jalur kereta api Bogor, Sukabumi, Ciamis, Purwakarta, Bandung, Tasikmalaya, Banjar, dll.
Selanjutnya buku ini juga menyajikan bab berjudul Lokomotif Kereta Api dan Gerbong Kereta Api yang membahas mengenai tipe dan bentuk lokomitif dan gerbong kereta api tempo doeloe. Lalu ada pula bab khusus mengenai Kereta Api Cepat Vlugge Vier yang menghubungkan antara Batavia dengan Bandung dan beberapa tujuan lain di wilayah Priangan. Kereta api cepat yang mulai dioperasikan tahun 1934 ini menjalani lintasan Batavia - Bandung dengan jarak 175 km dalam waktu tempuh 2 jam 45 menit. Kecepatan rata-rata Vlugge Vier adalah 63,6 km/ jam dengan waktu perhentian selama 1 menit di 3 stasiun (Karawang, Cikampek, Purwakarta) yang dilewatinya.Sayangnya di bagian ini tidak ada foto KA Vlugge Vier kecuali foto jadwal perjalanan kereta apinya saja.
Perayaan 50 Tahun Kereta Api di Priangan juga mendapat porsi khusus di buku ini. Perayaan meriah memperingati 50 tahun (1875-1925) kiprah perusahaan kereta api Staadsspoor En Tramwegen (SS) di Hindia Belanda dilaksanakan di berbagai kota di tempat beroperasinya SS. Acara peringatan di Bandung termasuk yang paling meriah, hal ini tampak dari foto-foto yang tersaji di bagian ini yang menampilkan foto-foto yang menampilkan pawai kendaraan, pertunjukan sandiwara, dan pawai obor.
Stasiun Kereta Api tempo doeloe ternyata tidak hanya berfungsi sebagai tempat bermula dan pengentian jalur kereta api seja namun juga dimanfaatkan sebagai Kantor Pos. Di bab yang diberi judul Kantor Pos di Stasiun Kereta Api dijelaskan bahwa Pendirian kantor pos di stasiun kereta api di Hindia Belanda mulai dilakukan pada tanggal 1 Januari 1883. Uniknya pengangkutannya ke dalam kereta tidak dilakukan saat saat kereta berjalan dengan menggunakan sistem pengait yang diletakkan di atas tiang. Pengambilan kantong surat ke dalam kereta maupun penurunan kantong surat dilakukan tanpa penghentian kereta api, kecuali pada stasiun yang memang dijadwalkan kereta api berhenti. Setelah kantong surat diambil maka surat-surat tersebut diproses dalam sebuah gerbong kantor pos yang ada dalam rangkaian kereta api tersebut.
Bab terakhir buku ini yang diberi judul Sekilas dalam Kenangan mengetengahkan tentang sisa-sisa peninggalan stasitun dan jalur kereta api yang kini sudah tidak aktif. Dalam bab ini disebutkan bahwa sarana perekeretaapian di Priangan memiliki beberapa keunikan antara lain jalur kereta yang mempunyai terowongan kereta api terbanyak di Pulau Jawa, terowongan kereta api terpanjang di Pulau Jawa (Terowongan Wilhelmina di jalur Parigi-Banjar, 1,116 km), stasiun kereta api yang letaknya tertinggi di Pulau Jawa (Stasiun KA Cikajang, 1,24 km dari permukaan laut), dan jembatan kereta api terpanjang di Priangan (Jembatan kereta api Cikacepit pd jalur Banjar-Perigi, 1,25 km)
(Jembatan Kereta Api Cikuda - Jatinangor)
Bagaimana nasib jejak-jejak kenangan tersebut kini? Ada yang dibiarkan
terbengkalai, ada juga yang sudah beralih fungsi seperti jembatan kereta
api beton yang indah di Cikuda, Jatinanngor . Karena rel keretanya
telah lama dipindahkan ke daerah lain selama pendudukan tentara Jepang
jembatan itu kini sekarang menjadi sebuah monumen yang menarik dan
landmark kawasan pendidikan Jatinangor. Bekas jembatan kereta api ini
sekarang dimanfaatkan sebagai sarana pengairan air.
Buku yang berusaha mendokumentasikan sejarah perkeretaapian di Priangan
tempo doeloe ini didominasi oleh foto-foto yang tersaji secara tajam.
Ada begitu banyak foto-foto tersaji dalam buku ini (lebih dari 300
foto) sehingga rasanya lebih tepat kalau buku ini disebut sebagai
"Album foto Sejarah Kereta Api di Priangan".
Sayangnya karena buku ini menyajikan begitu banyak foto-foto dibanding dengan teksnya maka buku ini secara narasi terasa kurang detail dalam hal mendeskripsikan sejarah kereta api di Priangan. Walau data berupa tabel dan jalur-jalur kereta api bisa dikatakan lengkap namun buku ini miskin kisah-kisah menarik seputar pembangunan, siutasi sebelum dan setelah adanya jalur kereta api, dan sebagainya yang mungkin akan sangat menarik jika dideskripsikan lebih dalam lagi. Namun bagi mereka yang memang ingin melihat gambaran visual atau foto-foto kereta api tempo doeloe beserta bangunan stasiun, jembatan, dan terowongan kereta api buku ini sangat layak dikoleksi. .
Namun terlepas dari hal itu kehadiran buku ini patut kita apresiasi dengan baik. Bagi pengamat, pecinta kereta api buku ini menjadi buku pelengkap buku sejarah perkeretaapian yang telah ada. Khusus mengenai sejarah kereta api di Priangan mungkin buku yang pertama kali membahasnya secara khusus. Dan bagi pengamat kota Bandung atau mereka yang mengoleksi buku-buku bertema Bandung, buku ini juga bisa dibaca dan dikoleksi untuk memperkaya khazanah literatur tentang Kota Bandung.
No comments:
Post a Comment