Sunday, 4 April 2010

Nyai Banjarsari


Di sebuah desa ada orang yang dituakan, namanya Pak Bong. suatu malam ia bermimpi bertemu dengan seorang kakek berjubah putih dan berjanggut panjang.
Kakek itu berkata, "Tak lama lagi, hujan akan turun dengan deras Jan berhari-hari. Banjir besar akan melanda daerah ini. Siapa yang ingin selamat, naiklah ke puncak gunung yang paling tinggi Jan jangan lupa membawa makanan!"

Keesokan harinya, Pak Bong menceritakan mimpinya itu pada semua, penduduk. Sebagian besar penduduk tidak percaya, bahkan ada dari mereka yang menertawakan Pak Bong. Orang yang percaya pada cerita Pak Bong hanya istrinya, putrinya (Nyai Banjarsari), serta sebagian kecil penduduk desa.
Dengan mem-bawa bekal yang cukup, mereka naik ke puncak gunung yang paling tinggi. Ketika rom-bongan Pak Bong telah tiba di puncak, cerita yang dikatakan oleh kakek berjanggut pan-jang pun terjadi.
Hujan turun sangat deras. Para penduduk yang ada di desa tidak dapat pergi ke
mana-mana. Mereka hanya berdiam diri saja di rumah. Mereka mengisi waktu dengan makan-makan serta minum. Mereka bernyanyi Jan menari penuh suka ria.
Hujan deras terus turun sampai berhari-hari. Para penduduk yang tinggal di desa mulai cemas, apalagi ketika air mulai menggenangi rumah. Mereka menangis Jan menyesal karena tidak percaya dengan yang dikatakan Pak Bong. Akhirnya banjir yang sbeear menenggelamkan mereka. Pak Bong dan rombongannya selamat. Tidak lama kemudian hujan mulai reda. Penduduk yang ikut bersama Pak Bong diliputi oleh rasa takut terhadap air yang ada di sekeliling mereka. Air tersebut menimbulkan suara bergemuruh. Tiba-tiba terdengar suara dari air yang menggemuruh itu.
"Banjarsari, kemarilah! Kami ingin kau bersama kami."
Seorang penduduk mengambil sehelai rambut Banjarsari lalu dilemparkan ke air. Seketika air surut sedikit. Para penduduk pun berpikir, bila Banjarsari terjun ke air tentu air akan kering sama sekali. Mereka lalu memohon pada Nyai Banjarsari agar mau melompat ke air. Mereka meratap dengan air mata bercucuran.
Nyai Banjarsari merasa kasihan. la setuju untuk melakukan keinginan para penduduk. Ibu Nyai Banjarsari sangat sedih. Ia menangis tersedu-sedu.
Pak Bong berkata, "Sudahlah, Bu. Relakan saja. Kita seharusnya bangga mempunyai anak seperti Banjarsari yang mau berkorban demi kebahagiaan orang lain."
Setelah mendapat restu dari kedua orang tuanya, Nyai Banjarsari kemudian melompat ke dalam air. Aneh, dalam sekejap air mongering. Para penduduk lalu menuruni gunung. Mereka mencoba mencari jasad Nyai Banjarsari tetapi tidak berhasil ditemukan. Jasad Nyai Banjarsari hilang tidak berbekas, seperti ditelan bumi.
Sebagai penghargaan atas pengorbanan Nyai Banjarsari, para penduduk menamakan desa mereka Banjarsari.

No comments:

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda! Jangan Lupa Untuk Meninggalkan Komentar!.